Sabtu, 12 Maret 2016

Kelahiran Rohani Kita Caranya Persis Seperti Kelahiran Jasmani Kita

Ini adalah saat yang sangat baik untuk mengenang kembali dan berefleksi tentang kelahiran kita ke dunia ini....

Apakah Anda berbuat sesuatu ketika Anda dilahirkan? Apakah ada aksi atau reaksi/respon yang sekecil apapun dari pihak Anda (yang secara sadar) untuk membantu proses kelahiran Anda sendiri? Jika Anda bisa melihat pemasalahan ini secara clear maka Anda (seharusnya!) sudah bisa memahami apa sesungguhnya yang terjadi pada waktu kelahiran kembali Anda (dan orang lain) secara rohani. Sebab kata "kelahiran" itu makna dasarnya adalah tetap sama, tak perduli dalam konteks apa saja pun kata tersebut digunakan. Yang melahirkan selalu menjadi pihak yang aktif sepenuhnya; sedangkan yang dilahirkan selalu menjadi pihak yang pasif sepenuhnya.

Dan bukan tanpa alasan yang baik kalau Allah (di dalam Alkitab) menyebut peristiwa atau saat/moment pemulihan hubungan kita kembali dengan Allah itu dengan menggunakan kata "lahir" atau "kelahiran" (gennethe/gennao: "dilahirkan"-Yoh 3:3-8). Tentunya maksud Allah di sini ialah supaya kata ini ("kelahiran") dimaknai persis seperti penggunaan kata tersebut dalam menunjuk kepada kelahiran kita secara jasmani.

Hal penting yang saya hendak jadikan sebagai catatan di sini ialah: Sama seperti Anda dan saya tidak berbuat apa2 untuk kelahiran Anda dan saya secara jasmani, begitu jugalah Anda dan saya tidak berbuat apa2 untuk kelahiran (baru) Anda dan saya secara rohani. Dalam kelahiran jasmani, ibu kitalah yang sepenuhnya bekerja/bersusahpayah untuk melahirkan kita; dalam kelahiran rohani, Tuhanlah (melalui Roh Kudus) yang sepenuhnya bekerja untuk melahirbarukan kita.

Dan sama seperti seorang anak yang sudah dilahirkan akan membutuhkan beberapa masa/waktu untuk bisa memberikan respon dan aksi2 secara sadar dari dirinya sendiri, demikian jugalah setiap orang yang sudah dilahirkan kembali itu pun tidak langsung bisa dituntut bukti2 dari kelahirbaruannya (dalam bentuk perbuatan2 baik, dsb), tapi hal2 itu akan keluar dengan sendirinya nanti pada waktunya.

Kesimpulan: Kelahiran baru itu adalah sepenuhnya merupakan karya/pekerjaan Allah di dalam diri seseorang. Baru setelah dilahirkan kembali seseorang itu akan bisa memberi respon atau aksi2 secara sadar dari dirinya sendiri terhadap Allah...(itu pun setelah melewati beberapa waktu!).

Penerapan khusus: Tempatkanlah semua hal2 yang bersifat respon dan aksi/perbuatan dari pihak manusia kepada Allah di bagian SETELAH kelahiran kembali, bukan sebelumnya atau dalam rangka untuk menerimanya.

"Karena kamu telah dilahirkan kembali ..... Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah...." (1 Pet 1:23-2:1)

Sola Fide - Sola Gratia - Soli Deo Gloria. Amin.

Kasih Karunia Bukanlah Penawaran dari Allah, Tapi Kuasa Allah yang Bekerja atas Kita

Masih banyak orang Kristen (bahkan mereka yang sudah lama terlibat aktif dalam pelayanan Kristen, bahkan sebagai Pendeta) yang melihat/memahami anugerah/kasih karunia Allah itu hanyalah sebagai sebuah penawaran dari pihak Allah kepada kita. Padahal ini adalah pemahaman yang sangat dangkal tentang anugerah/kasih karunia Allah. Betapa kasih karunia Allah itu menjadi sedemikian diturunkan derajadnya jika itu hanya dilihat sebagai sebuah penawaran semata--seolah-olah kasih karunia itu disamakan saja dengan pemberian2 dari manusia.

Nah, kalau Kasih karunia itu bukanlah (hanya) sebuah penawaran (dari pihak Allah kepada kita), lalu apakah sesungguhnya kasih karunia itu? Kasih karunia tidak lain adalah kuasa Allah yang bekerja atas atau di dalam diri objeknya. Yesus Kristus adalah perwujudan (personifikasi) dari kasih karunia Allah. Dan kita tahu bahwa Yesus bukanlah (hanya) penawaran dari pihak Allah kepada kita (manusia) tapi adalah Allah sendiri yang bekerja (God in action) untuk menyelamatkan kita.

Dalam kaitan dengan ini penting untuk dijelaskan bahwa apa yang kita dapatkan dari Yesus, yang utamanya, bukanlah pernyataan2 atau ajaran2 (yang sempat diberikan-Nya dalam beberapa kesempatan di masa hidupnya), tapi adalah perbuatan-Nya atau pekerjaan-Nya ketika Dia menjadi korban pengganti (mati) bagi kita di salib.

Ada kesalahpahaman (dan kesalahan dalam pengajaran2) tentang Yesus, yang juga harus dijelaskan/diluruskan sekarang ini. Berdasarkan beberapa ayat Alkitab yang menerangkan tentang adanya orang2 yang menerima dan juga yang menolak Yesus (mis: Yohanes 1:11-12) ditariklah kesimpulan dari sana bahwa Yesus diberikan oleh Allah sebagai penawaran dari pihak Allah kepada kita. Jadi, seolah-olah Allah sedang mengatakan begini: "Kalau kalian mau diselamatkan, terimalah Yesus sebagai Juruselamat kalian; tapi kalian bisa juga menolak-Nya, kalau kalian tidak ingin untuk diselamatkan." Itu jelas adalah sebuah kesimpulan yang sangat bodoh atau dangkal.

Adanya orang2 yang menerima dan yang menolak Yesus adalah fakta dan realita (atau peristiwa) yang terjadi di dunia ini. Dan, secara fenomenanya, hal itu adalah apa yang bisa dilihat oleh manusia atau apa yang terlihat dari sisi luarnya saja. Pemeriksaan terhadap suatu gejala atau peristiwa seharusnya tidak berhenti hanya sampai di situ saja (hanya sampai pada pengamatan dari sisi luarnya saja). Kalau kita hendak memahami dengan lebih baik/akurat mengenai suatu peristiwa, haruslah kita masuk lebih jauh lagi ke sisi sebelah dalamnya, dan mencari tahu dari sana: apa sesungguhnya yang membuat/menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut. Sebab memang sisi sebelah dalam itulah yang jauh lebih menentukan untuk terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa itu.

Nah, mari kita bawa hal itu kepada fenomena tentang adanya orang2 yang menerima Yesus (dan yang menolak Yesus) dan menanyakan begini: Apa yang membuat atau yang menyebabkan orang (bisa) menerima Yesus? Pertanyaan itu mungkin akan bisa lebih dipertajam jika ditanyakan lagi begini: Bisakah manusia berdosa, dengan dirinya sendiri, memilih untuk menerima Yesus?

Di sini kita diperhadapkan dengan ajaran Alkitab yang mengatakan bahwa manusia berdosa itu semuanya sudah mati secara rohani--mati dalam dosa (band. Kej.2:17; Ef 2:1-5). Nah, kalau kita menerima/mempercayai ajaran Alkitab itu (bahwa manusia berdosa sudah mati secara rohani) maka kitapun sudah bisa menyimpulkan bahwa kalau seseorang (bisa) menerima Yesus, hal itu bukanlah karena dia sendiri yang memilih untuk melakukannya (menerima Yesus). Sebab hal menerima Yesus itu adalah suatu respons/kegiatan rohani. Sedangkan, orang yang sudah mati secara rohani pastilah sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi secara rohani (persis seperti orang2 yang mati secara jasmani sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi secara jasmani!).

Karena itu sekarang harus disimpulkan begini:

Allah tidak pernah memberikan Yesus kepada manusia sebagai sebuah penawaran, agar kita bisa menentukan pilihan kita untuk-Nya: menerima atau menolak-Nya. Sebab Allah sangat menyadari bahwa semua manusia berdosa sudah mati secara rohani. Menghadapkan pilihan kepada mayat2 hanyalah tindakan yang bodoh dan bahkan suatu kegilaan! Allah tentu tidak seperti itu. Karena itu, adanya manusia yang menerima (dan yang menolak) Yesus, tidak bisa dilihat sebagai pembuktian/pembenaran untuk teori penawaran oleh Allah itu. Sebab sesungguhnya hal itu tidak lain hanyalah manifestasi yang wajar dari orang2 yang diberi kasih karunia dan yang tidak diberi kasih karunia. Siapapun yang diberi kasih karunia (cepat atau lambat!) dia pasti akan menerima Yesus; siapapun yang tidak diberi kasih karunia (sampai kapanpun!) dia tidak akan menerima Yesus.

Begitu sajalah dulu uraian tentang kasih karunia yang bukan merupakan sebuah penawaran ini, ya... :)