Rabu, 17 Februari 2016

'Rest In Christ' itu Benar-benar 'Rest'--Luar-Dalam



Judul di atas itu sengaja saya buat begitu, sebab saya hendak mengoreksi penjelasan yang diberikan oleh beberapa orang tentang rest (yang kita miliki di dalam Kristus), yang saya nilai, sekalipun diberikan dengan maksud baik, sebenarnya sudah merusakkan atau melemahkan arti dari kata rest  (=istirahat) itu sendiri.

Penjelasan yang hendak saya koreksi itu pada dasarnya mengatakan begini: Rest atau istrahat yang kita miliki di dalam Kristus itu bukan berarti kita tidak bekerja sama sekali, tapi hanyalah ketenangan di dalam batin/jiwa kita. Di luar kita tetap sibuk bekerja; tapi di dalam batin kita menikmati rest ... istirahat, tenang, dan damai yang sempurna.

Sekali lagi, saya tidak setuju dengan penjelasan tentang rest in Christ yang seperti itu. Sebab rest  yang dimaksudkan (dan diberikan) oleh Injil kepada kita adalah rest  yang membuat kita benar2 tidak bekerja...sama sekali tidak bekerja... yaitu untuk hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita. Nah, di sinilah pengertian rest  itu harusnya kita letakkan, yaitu kita bisa menikmati rest  karena Kristus yang (sudah) mengerjakan hal2 itu bagi kita. Atau, dengan kata lain, rest  kita itu didasarkan/dilandaskan pada karya Kristus yang sempurna bagi kita (rest in Christ's finished work).

Untuk lebih jelas dan tegasnya, beginilah kira2 jalan pikirannya: Kalau sesuatu hal itu sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita, untuk apa kita masih mengerjakannya lagi? Sama sekali sudah tidak perlu lagi, kan?!

Hal itu tidak bisa menjadi benar juga, sekalipun dikatakan hanya di (bagian) luarnya saja kita bekerja (sementara di dalam batin kita menikmati rest ). Itu tidak benar. Yang benar adalah: Kalau bekerja ya, bekerja--baik di luar maupun di dalam. Begitu juga, kalau rest  ya rest --baik di dalam maupun di luar.  Alkitab (dari Kejadian hingga Wahyu) membuat pemisahan antara bekerja dan istirahat, sepatutnya kita pun begitu! Janganlah kita mengacaukan atau mencampuradukkan antara bekerja dan istrahat--sehingga menjadi tidak jelas lagi kapan kita sepatutnya bekerja dan kapan pula kita harusnya beristirahat!

Dan, kalau masih dipertanyakan, dalam hal apa sajakah kita bisa menikmati rest in Christ itu (?) Tentu saja jawabannya, sekali lagi, bukanlah dalam segalanya atau di dalam seluruh bidang kehidupan kita. Justru karena sudah adanya asumsi yang keliru ini di dalam benak dari sebagian teman, itulah yang "memaksa" mereka memberikan penjelasan yang tidak tepat, seperti yang disebutkan di atas tadi ("maksud baik" mereka adalah untuk menghindarkan kita dari menjadi "benar2 rest  atau istrahat di dalam segala hal," yang tentunya adalah sebuah pemahaman yang 'konyol'! :D ). Yang benar adalah (seperti yang sudah juga saya sebutkan di atas) kita bisa menikmati rest in Christ hanyalah di dalam hal2 yang untuknya Yesus sudah kerjakan/selesaikan bagi/demi kita.

Dalam hal2 apa sajakah itu, konkretnya?

Dalam keselamatan kita, yang di dalamnya sudah termasuk juga: kebenaran, kekudusan, dan kesempurnaan kita di hadapan Allah. Untuk hal2 ini kita sudah sepatutnya tidak pernah lagi menjadi pusing (karenanya)... tapi sudah bisa menikmati rest  yang benar2 rest  (luar-dalam!). Haleluya. Soli Deo gloria. Amin.

NB: Tulisan ini bisa dilihat sebagai kelanjutan dari tulisan saya yang sebelumnya, yang berjudul: IMAN = ISTIRAHAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar