Jumat, 26 Februari 2016

Hidup Kudus dengan Cara Kasih Karunia

Ajaran atau para pengajar kasih karunia (grace-preacher, yang akhir2 ini juga dikenal dengan sebutan "hyper-grace [preacher]") sering kali dituding sebagai penyebab dari banyaknya sekarang ini orang2 Kristen yang menjalani kehidupan yang sembarangan, menjadi batu sandungan, tidak menjadi berkat, hidup dengan tidak pantas atau, singkatnya, tidak hidup kudus! Menurut para penuding itu (yang untuk selanjutnya akan saya sebut sebagai pihak lain saja) pengajaran dari grace-preachers (untuk selanjutnya saya sebut saja dengan pihak kasih karunia) cenderung terlalu longgar atau serba membebaskan/membolehkan orang2 Kristen (yang mendengar/menerima pengajaran itu), sehingga mereka sama sekali tidak lagi melihat adanya keperluan untuk menjalani kehidupan yang kudus (seturut dengan perintah2 Allah di dalam firman-Nya--Alkitab). Jadi pada dasarnya pihak lain itu menuduh/menuding atau sedikitnya memiliki prasangka bahwa pihak kasih karunia (sama sekali) tidak memiliki tujuan atau tidak mengarahkan para warga binaannya untuk memiliki/menjalani hidup kudus.

Tapi, apakah benar demikian? Apakah benar bahwa pihak kasih karunia (sama sekali) tidak memiliki tujuan atau tidak mengarahkan para warga binaannya untuk hidup kudus? Seperti yang akan kita lihat nanti, sesungguhnya hal itu tidak benar. Kalau demikian, apakah sebenarnya yang menyebabkan pihak lain itu sampai menuduh atau memiliki prasangka yang demikian itu tadi terhadap pihak kasih karunia? Menurut hemat saya penyebabnya adalah 2 hal yang berikut ini:

  1. Kecenderungan memiliki stereotip terhadap kelompok yang lain (di luar kelompoknya sendiri). Kamus (KBBI) mendefinisikan kata "stereotip" sebagai:  "konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak tepat." Ketika mengatakan ada keterkaitan antara ajaran pihak kasih karunia dengan banyaknya orang2 Kristen sekarang ini yang tidak hidup kudus sesungguhnya itu hanyalah kesimpulan yang didasarkan pada prasangka yang subyektif dari pihak lain itu semata, sebab itu bukanlah didasarkan pada pemeriksaan/penelitian yang seksama yang sudah pernah dilakukan di lapangan dan dengan cara2 yang sahih (oleh pihak yang mana pun) sebelumnya.
  2. Ketidaktahuan atau ketidakpahaman akan cara/jalan yang ditempuh kelompok yang lain. Pihak yang berseberangan dengan pihak kasih karunia itu tidak mengetahui (atau sengaja tidak mau tahu?) bahwa pihak kasih karunia sesungguhnya memiliki atau menempuh jalan/cara sendiri yang khas, yaitu cara kasih karunia, untuk membawa orang2 binaan mereka menempuh hidup kudus (yang tentunya cara tersebut sangat berbeda dengan cara yang dimiliki/ditempuh oleh pihak mereka). Ketidaktahuan atau ketidakpahaman mereka tentang cara yang ditempuh oleh pihak kasih karunia inilah yang pada akhirnya membuat mereka menuduh atau berprasangka bahwa pihak kasih karunia (sama sekali) tidak memiliki tujuan atau tidak mengarahkan para binaan mereka untuk hidup kudus.

Selanjutnya marilah kita sekarang meninjau ke dalam cara kasih karunia untuk hidup kudus itu.


CARA KASIH KARUNIA

Sebenarnya di dalam lingkungan Kekristenan terdapat dua cara yang ditempuh oleh orang2 untuk mendapatkan/menerima/mengalami sesuatu dari Tuhan, yaitu dengan cara kasih karunia dan dengan "cara-cara yang lainnya" (ini untuk penyebutan yang gampangnya saja, ya!). Berikut ini saya akan menggambarkan bagaimana kita mendapatkan/menerima/mengalami kekudusan atau hidup kudus itu dengan cara kasih karunia (dan di bagian selanjutnya nanti kita juga akan melihat "cara-cara yang lainnya" itu dalam mencapai tujuan tersebut, sebagai perbandingannya). Cara kasih karunia itu secara sederhana dapat diterangkan melalui 2 langkah yang berikut ini:

  1. Dimulai dengan berdiri di atas dasar yang teguh, yaitu dengan mengamini dan mengimani bahwa semua yang kita perlukan untuk menjalani kehidupan Kristen yang benar atau sebagaimana yang dirancangkan oleh Tuhan (termasuk kekudusan) TELAH diberikan kepada kita atau TELAH menjadi milik kita, sebab semuanya itu TELAH dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita (di salib). Jadi, dengan kata lain, sekarang ini kita sudah tidak perlu lagi bersusah-susah berupaya untuk mendapatkan kekudusan atau hidup kudus itu, sebab Yesuslah yang TELAH melakukan/menyelesaikan semuanya itu bagi kita. (Bahkan hal itu sudah tidak perlu untuk kita doakan lagi. Sebab untuk apa kita masih meminta lagi apa yang sudah diberikan kepada kita?)
  2. Yang masih perlu untuk kita lakukan sekarang ini hanyalah supaya kita MEMANDANGNYA atau memperhitungkan hal itu bagi diri kita sendiri; yaitu bahwa dalam Kristus sekarang ini kita telah memiliki hal itu atau bahwa hal itu adalah sesuatu yang sudah (dibuat) terjadi pada kita. Dalam bahasa semboyannya, saya suka mengalimatkannya begini: "Kamu adalah orang kudus, karena itu hiduplah sekarang ini sebagai orang kudus, dan bukan berusaha lagi untuk menjadi orang kudus!"


DASAR ALKITAB

Dalam Roma 6:1-11 Paulus menjelaskan bagaimana agar kita bebas dari atau menang atas dosa. Pertama-tama di sana dia mengingatkan kita tentang fakta2 dasar dari iman kita, yaitu bahwa ketika kita dibaptis di dalam Yesus maka sesungguhnya sejak saat itu kita TELAH mati (juga TELAH dikuburkan dan TELAH bangkit) bersama Dia. (Perhatikanlah secara khusus bahwa di dalam 11 ayat ini tidak kurang dari 11 kali Paulus menggunakan kata "TELAH"). Satu ayat yang sangat penting di sini ialah:

"Sebab siapa yang TELAH mati, ia TELAH bebas dari dosa."
(Roma 6:7--penekanan ditambahkan).

Karena kita sekarang ini TELAH mati (bersama Yesus) maka kita TELAH bebas dari dosa. Dan apa yang masih perlu untuk kita lakukan sekarang ini hanyalah ini:

"Demikianlah hendaknya kamu MEMANDANGNYA: Bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus."
(Roma 6:11--penekanan ditambahkan).

CARA-CARA YANG LAINNYA

Sedangkan "cara-cara yang lainnya" itu menempuh jalan yang sangat berbeda dengan cara yang sudah diterangkan di atas sebagai cara kasih karunia tadi. Pada umumnya cara yang ditempuh di sini hampir sama saja dengan cara2 yang digunakan di dalam agama-agama yang lainnya (mis: Islam, Hindu, Budha), yaitu dengan menjadikan kekudusan atau hidup kudus itu sebagai suatu target yang harus dicapai oleh setiap individu dengan mengerahkan segala daya upaya yang ada padanya (yang tentunya juga akan disertai dengan meminta pertolongan/bantuan dari Tuhan, melalui banyak2 berdoa, berpuasa, dan disiplin2 rohani lainnya).

Ada 2 hal yang pokok yang bisa kita simpulkan dari apa yang dikemukakan di atas itu, yakni :

  1. Kekudusan adalah sesuatu yang BELUM kita miliki.
  2. Kekudusan adalah sesuatu yang HARUS kita miliki, dan untuk dapat memilikinya kita harus berusaha semaksimal mungkin (termasuk dengan cara banyak2 berdoa, dan menerapkan disiplin2 rohani lainnya)

Jika kita membandingkan kedua hal ini dengan apa yang sudah kita lihat tadi (pada cara kasih karunia), yang akan kita dapatkan adalah kontras yang sangat mencolok antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau di sini kekudusan itu adalah sesuatu yang masih belum kita miliki, pada cara kasih karunia kekudusan itu adalah sesuatu yang sudah kita miliki. Dan kalau disini kekudusan adalah sesuatu yang harus kita miliki dan untuk itu kita harus berusaha semaksimal mungkin (termasuk dengan banyak2 berdoa), pada cara kasih karunia kekudusan itu adalah sesuatu yang dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus sendiri bagi kita (jadi kita tidak perlu melakukan apapun untuk itu, bahkan tidak perlu untuk mendoakannya lagi).

Ternyata sangat jauh sekali ya, perbedaan antara cara kasih karunia dan "cara-cara yang lain" itu, dan juga perbedaan pada outcome-nya atau apa yang dihasilkan oleh keduanya. Setelah membaca mengenai kedua cara di atas (cara kasih karunia dan "cara-cara yang lainnya") dan perbandingan di antara keduanya, apakah Anda sekarang ini sudah bisa melihat posisi Anda sendiri di antara kedua cara tersebut? Dan apa tindakan yang akan Anda ambil untuk ke depannya?


KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dengan semua hal yang sudah disingkapkan di atas itu seharusnya sudah menjadi nyatalah kepada kita sekalian bahwa adalah tidak benar pihak kasih karunia tidak memiliki tujuan atau tidak mengarahkan para binaannya untuk hidup kudus. Hal yang sesungguhnya terjadi adalah cara yang ditempuh oleh pihak kasih karunia untuk mendapatkan/mengalami hidup kudus sangat berbeda dari cara yang ditempuh oleh pihak lain itu, dan hal itu tersembunyi dari pengetahuan/pemahaman pihak lain itu. Dan bahkan dari paparan di atas menjadi nyata jugalah bahwa justru pihak kasih karunialah (dengan cara yang ditempuhnya untuk hidup kudus itu) yang nyata sekali  lebih setia kepada ajaran Alkitab, khususnya kepada berita Injil kasih karunia Allah, yang meninggikan karya sempurna yang sudah diselesaikan oleh Yesus di salib. Sedangkan pihak yang lain itu harus dikatakan sudah menyimpang jauh dari Kekristenan (Injil Yesus Kristus) dan telah berkompromi dengan ajaran2/sudut pandang agama2 yang lain (sebagaimana yang nampak dari kesamaan cara yang mereka tempuh dengan cara2 yang ditempuh juga oleh agama2 yang lainnya untuk memiliki kekudusan atau hidup kudus itu).

Demikianlah saja yang dapat saya sajikan untuk saat ini perihal hidup kudus dengan cara kasih karunia ini. Kiranya apa yang saya bagikan ini bisa menjadi berkat bagi kita sekaliannya. Amin.

Ingatlah selalu akan hal ini:  "Kamu adalah orang kudus, karena itu hiduplah sekarang ini sebagai orang kudus, dan bukan berusaha lagi untuk menjadi orang kudus!"

Minggu, 21 Februari 2016

Bagaimanakah Seharusnya 'Grace Preachers' Memperlakukan Hukum Taurat?

"Untuk apa sih, masih mengajarkan hukum Taurat?"

Agaknya sudah sering juga orang2 (yaitu rekan2 saya dari kalangan Grace) mengajukaan pertanyaan itu kepada saya (baik dengan cara yang langsung maupun yang disampaikan secara tidak langsung). Semula saya menganggap sepi saja pertanyaan itu (sebab saya pikir, mereka pasti tidak serius dalam mempertanyakan hal itu). Tapi lama-kelamaan saya sadar bahwa ada hal yang serius di balik pertanyaan itu (sekalipun sering dilontarkan sambil bercanda!). Saya semakin menyadari akan penting (seriusnya) pertanyaan itu setelah pernah pada suatu kesempatan terlibat diskusi yang cukup alot dan "panas" sekitar tentang hal itu dengan teman2 dari kalangan Grace! Semuanya itu seperti "memaksa" saya untuk memikirkan permasalahan ini dengan (lebih) serius...untuk menemukan jawabannya.

Apa yang saya bagikan dalam kesempatan ini adalah hal2 yang berhasil saya simpulkan dari proses berpikir yang saya lakukan tentang permasalahan tadi (tapi masih berupa butir2 kasar saja, yang merupakan rangkuman secara global saja, dari pemikiran saya itu).

DASAR ALKITABNYA (Tinjauan ke dalam Alkitab)

Tentunya ada banyak ayat Alkitab yang bisa ditunjukkan untuk mendasari tinjauan kita terhadap permasalahan ini. Tapi di sini saya hanya akan fokuskan pada satu ayat Alkitab (yang sangat terkenal, khususnya dikalangan Dispensationalist= para penganut teologi dispensasional) yang akan saya cantumkan dalam 3 versi terjemahannya, sbb:

"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu" (2 Tim 2:15-TB).
"Study to shew thyself approved unto God, a workman that needeth not to be ashamed, rightly dividing the word of truth" (2 Tim 2:15-KJV).
"Berusahalah untuk mempersiapkan dirimu sendiri layak bagi Allah selaku pekerja yang tidak merasa malu, karena dengan tepat membagi-bagikan firman kebenaran" (2 Tim 2:15-MILT).

PERMASALAHANNYA (Tinjauan Secara Nagatif)

Pertama-tama perlu untuk meninjau permasalahan ini secara negatif, yaitu melihat dari sisi kesalahan/kekeliruan yang mungkin bisa dilakukan oleh saya (dan setiap orang yang terlibat aktif di dalam pengajaran Kristen). Dan dalam meninjaunya secara negatif itu saya menangkap/menemukan 4 hal yang berikut ini.

Saya keliru....


  1. Kalau saya tidak membagi/membedakan antara hukum Taurat dan Injil/kasih karunia;
  2. Kalau saya sama sekali tidak mengajarkan apapun tentang hukum Taurat;
  3. Kalau saya mengajarkan hukum Taurat dengan tujuan supaya orang2 melakukan/menjalankannya;
  4. Kalau saya mengajarkan hukum Taurat lebih banyak/sering daripada mengajarkan Injil/kasih karunia.



SOLUSINYA (Tinjauan Secara Positif)

Saya melihat 4 hal yang berikut ini sebagai hal2 yang saya (dan setiap grace preachers lainnya) harus lakukan sebagai seorang pekerja yang "dengan tepat membagi-bagikan firman kebenaran" itu, yaitu:

Saya harus....

1. Membagi/membedakan antara hukum Taurat dan Injil/kasih karunia dengan tepat.

  • Taurat dan Injil adalah 2 hal yang sama2 terdapat/diajarkan di dalam Alkitab tapi masing2 untuk tujuan yang berbeda--karenanya harus bisa dibedakan!
  • Kemampuan untuk membedakan adalah sebuah tanda utama dari kedewasaan (Ibr 5:14)
  • Di antara kehendak Allah sekalipun kita masih perlu untuk bisa membedakan (Rm 12:2)



2. Mengajarkan hukum Taurat juga......

  • Bukan untuk/supaya dilakukan, tapi hanyalah...
  • Karena hukum Taurat terdapat di dalam Alkitab kita juga
  • Karena hukum Taurat sebagai pembanding yang terbaik untuk Injil/kasih karunia (seperti gelap menjadi pembanding yang terbaik untuk terang)


3. Mengajarkan hukum Taurat itu sesuai dengan tujuannya diberikan (1 Tim 1:8).

  • Untuk membuat orang mengenal dosa; membuat dosa menjadi nyata/dikenali sebagai dosa (Rm 3:20; 5:13; 7:7, 13)
  • Sebagai pengantar/penuntun kepada Kristus [yang adalah tujuan atau kegenapan dari hukum Taurat itu] (Gal 3:23-25; Rm 10:4)


4. Lebih banyak/sering mengajarkan Injil/kasih karunia daripada mengajarkan hukum Taurat.

  • Karena kita sekarang ini hidup di bawah Injil Kristus/kasih karunia, bukan di bawah hukum Taurat lagi (Rm 6:14; Gal 3:23-25).

Sabtu, 20 Februari 2016

Rest in Christ: Kristus Sudah Mengerjakannya Bagiku—Aku Tidak Perlu Mengerjakannya Lagi!

"Di awal mulanya aku datang kepada Tuhan, aku datang sebagai seorang pendosa, tanpa perbuatan apapun oleh/dari diriku sendiri yang bisa aku pertaruhkan, atau pengalaman [rohani] apapun yang atasnya aku dapat bergantung. Dan aku hanyalah mengistirahatkan seluruh bebanku pada karya Kristus yang sudah selesai [di salib].
Sekarang setelah 40 tahun pelayanan, dan sudah mendekati 40 tahun mengkhotbahkan Injil, adakah aku memiliki perbuatanku sendiri untuk ditambahkan kepada apa yang Kristus sudah selesaikan itu? Aku menentang pemikiran seperti itu. Adakah aku memiliki bahkan seujung kuku pun yang aku berani meletakkannya di atas timbangan dari pencapaian Tuhanku? Terkutuklah gagasan yang seperti itu!"
--WwvvvvvvvvvwW--
“When I first came to Him, I came as a sinner, without any works of my own which I could trust, or any experience upon which I could rely. And I just rested my whole weight upon the finished work of Christ.
Now, after 40 years of service, and nearly 40 years of preaching the Gospel, have I any works of my own to add to what Christ has done? I abhor the thought of such a thing! Have I even the weight of a pin’s head that I dare put into the scale with my Lord’s merits? Accursed be the idea!”
~Charles H. Spurgeon (Sermon no.2293)

RINGKASAN DARI SEMUA TEOLOGI YANG BENAR


"Anda akan mendapati [bahwa] semua teologi yang benar itu bisa diringkas ke dalam dua kalimat singkat ini—keselamatan itu adalah seluruhnya [berasal] dari kasih karunia Allah—penghukuman itu adalah seluruhnya [berasal] dari kehendak manusia."
--WwvvvvvvvvvwW--
“You will find all true theology summed up in these two short sentences—salvation is all of the Grace of God—damnation is all of the will of man.”
~Charles H. Spurgeon (Sermon no.2411)

Perbedaan antara Kasih Tuhan dan Perkenanan Tuhan

(Tuhan Mengasihi Semua Orang, Tapi Dia Tidak Berkenan/Senang kepada Semua Orang)

Pertanyaan: Apakah Tuhan mengasihi semua orang?

Jawabannya: Ya! Tentulah Dia mengasihi semua orang.

Pertanyaan: Mengapa Dia mengasihi semua orang?

Jawabannya: Karena Tuhan adalah kasih. Jadi tentunya Dia mengasihi semua orang...dan dengan natur-Nya yang adalah kasih itu Dia tidak mungkin untuk tidak mengasihi satu orang pun!

Pertanyaan: Tapi, apakah Tuhan berkenan/senang pada semua orang?

Jawabannya: Tidak! Sesungguhnya Dia tidak berkenan/senang kepada semua orang.

Pertanyaan: Mengapa Dia tidak berkenan/senang kepada semua orang?

Jawabannya: Keberdosaan kita menyebabkan Tuhan menjadi tidak senang, bukan saja kepada dosa kita itu, tapi juga kepada diri kita sendiri. Tapi, karena Tuhan mengasihi kita, maka Dia pun telah mengupayakan jalan untuk mengatasi hal itu... di dalam Yesus Kristus. Sehingga, sekarang ini, bagi setiap orang yang berada di dalam Kristus, Tuhan sudah (kembali) berkenan/senang kepadanya.

Kesimpulannya:
  • Tuhan mengasihi semua orang, tapi Dia tidak berkenan/senang kepada semua orang; Dia hanya berkenan/senang kepada orang2 tertentu saja, yaitu mereka yang ada di dalam Kristus. Atau, dengan kata lain....
  • Kasih Tuhan itu tidak bersyarat, tapi perkenanan-Nya itu bersyarat. Dan syaratnya adalah: Harus berada di dalam Kristus.
  • Jadi, kalau Anda adalah seorang yang sudah berada di dalam Kristus (dengan jalan menerima-Nya atau percaya kepada-Nya), maka Anda (sekarang ini juga) adalah orang yang dikasihi oleh Tuhan, dan sekaligus juga Anda adalah orang yang berkenan kepada Tuhan (=disenangi oleh Tuhan). Amin.

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang YANG PERCAYA KEPADA-NYA  [itulah syaratnya!] tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."  ~Yohanes 3:16

Keselamatan dan Kehidupan Kristen: Hanya oleh Kasih Karunia

"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." (Kolose 2:6)
"Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku...." (Galatia 2:19-20).

Untuk mengetahui (dengan akurat) bagaimana seharusnya Kekristenan kita berjalan, kita perlu melihat kembali kepada cara Allah menyelamatkan kita. Allah menyelamatkan kita bukan dengan memberikan kita serangkaian petunjuk/cara yang bisa kita terapkan untuk keselamatan kita. Tidak. Tapi Dia menyelamatkan kita di/ke dalam seseorang (Satu Pribadi)--Yesus Kristus. Sampai di titik ini sering orang2 lupa (atau malah bertindak 'ngawur') tentang kelanjutannya... mereka tidak konsisten saat mereka masuk ke dalam kehidupan baru mereka sebagai orang Kristen. Ketimbang tetap (berada) di dalam Kristus mereka kini (seolah-olah) kembali lagi kepada/ke dalam diri mereka sendiri.

Jadi, di saat pertama masuk menjadi orang percaya mereka berada di dalam Kristus, tapi ketika melanjut ke dalam kehidupan baru mereka sebagai orang Kristen, mereka (seolah-olah) kembali lagi kepada/ke dalam diri mereka sendiri. Itu sangat aneh, kan? Tapi betapa sedikitnya orang yang menyadari hal itu!

Sadarlah wahai teman2, bahwa kalau diri/pribadi Anda yang menjalani kehidupan Kristen Anda sekarang ini, maka sebenarnya Anda sedang menjalani kehidupan yang menyimpang... Anda sedang menjalani hidup yang salah dan sedang berada di tempat yang salah. Anda sekarang sedang berada di dalam diri Anda sendiri. Padahal seharusnya anda (tetap) berada di dalam Kristus.

Apa yang dimaksud dengan itu?

Itu maksudnya, Anda sudah mati....dan tetaplah begitu!

Lalu, apa yang harus saya lakukan?

Untuk selanjutnya, bukan Anda (lagi) yang melakukan segalanya di dalam kehidupan (rohani) Anda sebagai orang Kristen, tapi Kristus. Sama seperti untuk pembenaran Anda, Anda (hanya) menerima apa yang dikerjakan oleh Yesus bagi Anda (bukan Anda yang mengerjakannya sendiri). Iya, kan? Demikian jugalah sekarang ini untuk kehidupan (rohani) Anda sebagai orang Kristen: Kristuslah yang mengerjakan semuanya di dalam dan melalui Anda (Anda hanya menerima/mempercayainya saja). Ingat: "bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Jadi, baik pembenaran maupun kehidupan rohani Anda sama2 hanya oleh kasih karunia Tuhan saja. Soli Deo Gloria. Amin.

Kebenaran dari/oleh Diri Sendiri Vs. Kebenaran dari/oleh Tuhan

"Dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan."
(Filipi 3:9)
"And be found in him, not having mine own righteousness, which is of the law, but that which is through the faith of Christ, the righteousness which is of God by faith."
(Philippians 3:9 KJV)

Melalui pembacaan (dan pemeriksaan) atas ayat Alkitab di atas kita mendapati bahwa ternyata ada dua jenis kebenaran, yaitu:


  1. Kebenaran dari/oleh diri sendiri, dan...
  2. Kebenaran dari/oleh Tuhan (dianugerahkan oleh Tuhan).


Sekalipun keduanya sama2 disebut sebagai "kebenaran" (righteousness) tapi sesungguhnya keduanya sangatlah jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dalam hal asal-usulnya maupun dalam hal cara untuk mendapatkannya.

Kebenaran jenis yang pertama itu berasal dari diri kita sendiri dan untuk mendapatkan/mewujudkannya harus diupayakan (oleh pihak kita), yaitu dengan cara mentaati hukum2 Tuhan.

Sedangkan kebenaran jenis yang kedua itu asalnya adalah dari Tuhan dan adapun cara untuk mendapatkan/mewujudkannya bukanlah dengan upaya2 apapun dari diri kita, sebab hal ini tidak datang karena aksi2 apapun yang dilakukan oleh seseorang, melainkan hanyalah datang dari inisiatif dan upaya oleh pihak Tuhan saja (yang memberikan/menganugerahkannya kepada kita). Kita hanyalah perlu mempercayai hal itu saja--yaitu bahwa Tuhan (dalam Kristus) sudah mengaruniakan kebenaran itu kepada kita.

Dan, apakah masih perlu untuk saya katakan lagi bahwa kebenaran jenis yang kedua inilah yang menjadi kebenaran yang patut untuk kita miliki...? ;)  Hehehe... :D

Jumat, 19 Februari 2016

Injil dalam Perumpamaan tentang Domba dan Anak yang Hilang


Di dalam kitab (Injil) Lukas dicatat ada 3 perumpamaan secara berturut-turut, yang ketiga-tiganya menceritakan tentang sesuatu "yang hilang" (dan kemudian ditemukan)....

- Domba yang hilang (Luk 15:4-6)
- Dirham yang hilang (Luk 15:8-9)
- Anak yang hilang (Luk 15:11-32)

Pada kesempatan ini saya tidak akan membahas tentang ketiga-tiganya, tapi saya hendak mengajak kita sekalian untuk memperhatikan hanya dua saja dari ketiga perumpamaan "yang hilang" itu, yaitu "domba yang hilang" dan "anak yang hilang."

DOMBA YANG HILANG (Luk 15:4-6)

15:4 "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?
15:5 Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira,
15:6 dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.

Apakah yang menjadi inti berita dari perumpamaan ini? Kita akan dimungkinkan untuk melihat langsung ke jantung dari perumpamaan ini ketika kita mem-fokuskan perhatian kita pada kata2 "meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya." Cobalah untuk meresapi kata2 itu...bayangkanlah 99 ekor domba yang ditinggalkan di padang gurun...hanya untuk mencari seekor domba yang terhilang. Bukankah akan lebih masuk akal kalau si gembala itu tetap tinggal bersama 99 ekor domba yang lainnya, sambil berharap-harap saja...semoga si domba yang nakal/liar itu, entah dengan cara bagaimana, akan menemukan jalan untuk bisa datang kepadanya? Dan, setidaknya, kalaupun si domba yang hilang itu pada akhirnya benar2 hilang (=tidak berhasil juga untuk datang kepadanya) toh, apa yang dilakukannya itu (dengan tetap tinggal bersama yang 99 ekor domaba itu) masih merupakan pilihan yang lebih bijak, kan?! (Bayangkan aja: 1 banding 99. Kenapa harus meresikokan yang 99 ekor demi yang se-ekor...??!).

Tapi, dengan melangkahi semua pertimbangan yang sangat wajar dan masuk akal itu, si gembala "meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya." Si gembala itu "nekat" berbuat demikian itu tentunya karena di benaknya dia menilai/menimbang begini: si domba yang satu ini sudah tersesat; tidak mungkin domba yang sudah tersesat ini akan menemukan jalan sendiri untuk datang kepadaku. Hanya ada satu jalan keluar untuknya: Aku yang harus mencari dan menemukannya.

Dan teman2ku, itulah yang dilakukan oleh Tuhan terhadap kita...dengan melangkahi semua pertimbangan atau nilai2 agamawi, Dia datang menemui kita...bukannya menunggu kita yang datang kepada-Nya. Pertimbangan-Nya begini: kita semua sudah mati di dalam dosa; tidak mungkin orang2 yang sudah mati di dalam dosa bisa datang sendiri kepada-Nya. Hanya ada satu jalan keluar untuk kita: Dia yang harus datang menemui kita.

ANAK YANG HILANG (Luk 15:11-32)

15:11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
15:14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat.
15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya.
15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.
15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.
15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.
15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.
15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Apakah inti berita dari perumpamaan ini? Ada banyak versi yang sudah dikemukakan oleh orang2 selama ini, yang mereka anggap sebagai inti berita atau arti dari perumpamaan ini. Bagi saya perumpamaan ini hanyalah hendak mengatakan satu hal ini saja: TUHAN LANGSUNG MEMELUK KITA, BUKAN MENUNGGU SAMPAI KITA BERSIH. Tentu saja yang saya maksudkan dengan gambaran itu adalah bahwa Tuhan menerima kita sebagaimana kita adanya dan memperlakukan kita dengan sangat baik, sekalipun dalam keadaan kita yang masih berdosa (banyak kekurangan dan cacat celanya) sekarang ini. Hal itulah yang dengan sangat jelas diwakilkan oleh bapak dalam cerita perumpamaan ini, saat dia melihat anak bungsunya, yang sudah sekian lama hilang dari hadapannya, dia langsung berlari kepada anaknya itu... memeluknya--sekalipun si anak itu masih dalam keadaan yang kotor dan tubuhnya berbau tidak sedap!

Orang2 legalis justru menemukan hal yang sangat berlawanan di dalam kisah perumpamaan ini, yaitu dengan menaruh perhatian/penekanan pada bagian ketika si anak bungsu itu memutuskan untuk kembali ke rumah bapaknya... dan dibuatlah "langkah2 pertobatan" dari adegan itu.

Dengan demikian perumpamaan ini seolah-olah dimaksudkan oleh Yesus untuk memberitahukan/mengajarkan kepada kita tentang (cara) pertobatan. Sehingga kesimpulan yang ditarik dari perumpamaan ini bunyinya akan sangat berlawanan dari apa yang sudah saya sebutkan sebelumnya (pada perumpamaan tentang domba yang hilang). Bunyinya akan menjadi begini: TUHAN MENUNGGU SAMPAI KITA YANG DATANG/BERTOBAT KEPADANYA.

Hal ini jelas2 adalah bertentangan dengan apa yang sudah kita lihat tadi pada perumpamaan "domba yang hilang." Jelas sangat tidak mungkin Yesus bermaksud mengatakan hal yang sangat berlawanan pada perumpamaan ini dengan apa yang sudah Dia ajarkan pada perumpamaan yang sebelumnya itu. Dan kalau kita percaya Yesus konsisten dalam pengajaran-Nya, maka usulan penafsiran dari para legalis itu haruslah kita tolak...sebab jika kita menerima usulan mereka itu, sama saja dengan mengatakan Yesus tidak konsisten dalam pengajaran-Nya.

Dan setelah kita menolak usulan dari orang2 legalis itu, sekarang kita akan bisa melihat bahwa perumpamaan ini adalah (berisikan) kelanjutan yang wajar dari apa yang sudah diajarkan oleh-Nya pada perumpamaan yang sebelumnya. Kalau di dalam perumpamaan yang sebelumnya kita sudah diberitahu TUHAN YANG DATANG MENEMUI KITA, BUKAN MENUNGGU SAMPAI KITA YANG DATANG KEPADA-NYA, maka pada perumpamaan ini kita diberitahu TUHAN LANGSUNG MEMELUK KITA, BUKAN MENUNGGU SAMPAI KITA BERSIH.

Jadi, kedua perumpamaan ini sebenarnya berisikan intisari dari Injil, yang secara ringkasnya berbunyi begini:

INJIL ADALAH....
TUHAN YANG DATANG MENEMUI KITA, BUKAN MENUNGGU SAMPAI KITA YANG DATANG KEPADA-NYA;
TUHAN LANGSUNG MEMELUK KITA, BUKAN MENUNGGU SAMPAI KITA BERSIH.

Ada Apa Antara Saya dengan Calvinisme?

Am I a Calvinist?

No. I am not a Calvinist.

Tapi, saya bersama dengan para Calvinist dalam rangka melawan (meng-counter) para Arminianist.

Dan secara khusus, saya setuju dengan "lima pokok Calvinisme" (the five points Calvinism) dan sekaligus menolak/menentang "lima pokok Arminianisme" (the five points Arminianism).

Mengapa?

Semata-mata karena saya melihat bahwa dalam hal itu posisi Calvinisme lebih sesuai dengan ajaran Alkitab ketimbang posisi Arminianisme.

Untuk sekedar memberikan penjelasan atas apa yang saya maksudkan itu, berikut ini saya akan sebutkan isi dari "lima pokok Calvinisme" dan juga "lima pokok Arminianisme." Dan saya akan membagikan yang keduanya lebih dulu, sebab yang disebut pertama itu pada hakekatnya adalah respons terhadap yang keduanya.

LIMA POKOK ARMINIANISME DAN LIMA POKOK CALVINISME DALAM PERBANDINGAN

ARMINIANISME berpegang pada kejatuhan sebagian saja pada manusia berdosa; CALVINISME berpegang pada kejatuhan total pada manusia berdosa. Kejatuhan sebagian mengatakan bahwa setiap aspek kemanusiaan sudah dicemari oleh dosa, tapi tidak sampai pada taraf di mana manusia sudah tidak dapat lagi beriman pada Tuhan dengan kehendaknya sendiri. Kejatuhan total mengatakan bahwa semua aspek kemanusiaan sudah dicemari oleh dosa, karena itu manusia tidak dapat lagi datang kepada Tuhan dengan kemauannya sendiri.

ARMINIANISME berpegang pada pemilihan bersyarat oleh Allah; CALVINISME berpegang pada pemilihan Allah yang bebas, tanpa syarat. Pemilihan bersyarat percaya bahwa Allah memilih individu2 untuk diselamatkan berdasarkan pra-pengetahuan Allah mengenai siapa2 yang akan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya. Pemilihan bebas percaya bahwa Allah memilih orang2 yang diselamatkan berdasarkan pada kehendak-Nya semata, bukan berdasarkan pada apa yang ada pada individu2 atau apa yang akan mereka sendiri lakukan.

ARMINIANISME berpegang pada penebusan yang acak (tidak terbatas dan tidak pasti); CALVINISME berpegang pada penebusan yang terarah (terbatas dan pasti). Penebusan yang acak/tak terbatas percaya bahwa Yesus mati bagi semua orang (tapi hasil akhirnya terbatas, yaitu dibatasi oleh pilihan bebas dari masing2 orang, apakah mereka mau percaya/menerima kematian/penebusan Yesus itu dan bertahan terus atau tidak). Penebusan yang pasti/terbatas adalah kepercayaan bahwa kematian Yesus hanyalah bagi umat pilihan saja.

ARMINIANISME berpegang pada kasih karunia yang dapat ditolak; CALVINISME berpegang pada kasih karunia yang tak dapat ditolak. Kasih karunia yang dapat ditolak mengatakan bahwa Tuhan memanggil semua orang kepada keselamatan, namun banyak orang bersikeras dan menolak panggilan ini. Kasih karunia yang tidak dapat ditolak mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggil orang untuk diselamatkan, setidaknya pada akhirnya, orang tsb pasti akan datang kepada keselamatan.

ARMINIANISME berpegang pada keselamatan yang bersyarat; CALVINISME berpegang pada ketekunan orang2 kudus. Keselamatan yang bersyarat adalah pandangan bahwa seseorang yang percaya pada Kristus, dengan kehendak bebasnya, bisa berbalik dari Kristus dan karena itu kehilangan keselamatannya. Ketekunan orang2 kudus adalah sebuah konsep bahwa seseorang yang telah dipilih oleh Allah akan bertahan dalam imannya dan tidak akan pernah menolak Kristus atau berbalik daripada-Nya.

Sekali lagi, saya bersama dengan atau berpihak kepada Calvinisme dalam soal yang satu ini (5 pokok Arminianisme Vs. 5 Pokok Calvinisme), karena saya melihat Calvinisme, dalam soal yang khusus ini, lebih dekat dengan ajaran Alkitab (argumen untuk ini sudah dan masih akan terus saya berikan pada postingan2 yang lainnya).

Itu adalah sekedar penjelasan singkat dari saya mengenai hubungan/keterkaitan (pemahaman/teologi) saya dengan Calvinist/Calvinisme. Semoga hal itu dapat menjelaskan kepada siapa saja yang merasa memerlukan penjelasan tersebut. :)

Ketidakberdayaan Agama atas Kemunafikan dan Pembenaran Diri

"Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Luk 18:11-12)

Orang yang bersyukur itu, ternyata, tidak selalu menunjukkan bahwa dia memiliki kerohanian yang benar, ya?!

Ternyata, orang bisa saja berdoa atau bersyukur kepada Tuhan...tapi fokusnya masih tetap saja pada dirinya sendiri, bukan pada Tuhan; pada apa yang dilakukannya bagi Tuhan, bukan apa yang dilakukan Tuhan bagi kita.

Agama bisa membuat orang menjadi seorang yang sangat2 saleh dan terpuji di hadapan manusia... tapi di mata Tuhan, dia tak lebih hanyalah seorang yang munafik, yang penuh dengan pembenaran diri!

Agama sangat rentan dan tidak berdaya untuk menangani kedua dosa kembar ini: pembenaran diri dan kemunafikan... sebab agama (entah itu berwujud "Pentakosta-Kharismatik yang Arminian" atau "Baptis yang Calvinis" atau yang lainnya) tidak sanggup untuk bergantung penuh hanya pada kasih karunia Allah di dalam Kristus saja (mereka merasa harus menambahkan sesuatu yang lainnya... entah apapun itu!)

Bukan Kasih Allah yang Menyelamatkan Kita, tapi Kasih Karunia-Nya!

Tahukah anda bahwa kita diselamatkan bukan (semata) karena kasih Allah (kepada kita), tapi karena kasih karunia-Nya (yang diberikan-Nya kepada kita)?

Yaelah, apa bedanya, sih...(kasih Allah dan kasih karunia-Nya itu)?

Nyatanya memang beda. Berikut ini saya akan tunjukkan perbedaannya itu kepada Anda.

KASIH Allah itu (the LOVE of God) diperuntukkan/diberikan kepada semua orang (=semua manusia di dunia ini), tapi KASIH KARUNIA-Nya (His GRACE) tidak demikian. Bagaimana saya bisa tahu atau bisa menjadi pasti tentang kedua hal itu?


  1. Saya tahu bahwa kasih Allah diperuntukkan/diberikan kepada semua orang karena Alkitab mengatakan Allah itu adalah kasih (1 Yoh 4:8,16). Atas dasar itu, tidak mungkinlah Allah tidak mengasihi seorang manusia pun!
  2. Saya tahu bahwa kasih karunia Allah itu tidak diberikan kepada semua orang, sederhana saja, yaitu dari fakta bahwa tidak semua orang diselamatkan. 


Apa hubungannya antara kasih karunia Allah tidak diberikan kepada semua orang dengan fakta bahwa tidak semua orang diselamatkan itu?

Begini: Kalau kasih karunia Allah itu diberikan kepada semua orang, maka semua orang pasti diselamatkan. Sebab kasih karunia Allah itu tidak pernah sia2... dan tidak ada kasih karunia Allah yang "terbuang" dengan sia-sia! (Lain halnya dengan kasih Allah, yang bisa saja tidak kesampean--jadi "sia-sia". Sebab kasih Allah itu adalah sifat Allah, dan itu terpancarkan secara umum kepada semua orang. Sedangkan kasih karunia Allah itu adalah pemberian yang khusus dari Allah, yang diberikan-Nya kepada orang2 tertentu, bukan disebarkan secara acak saja).

Kita rewind sedikit... kembali kepada soal "tidak semua orang diselamatkan", kenapa tidak semua orang diselamatkan?

Saya jawab... bukan, bukan saya, tapi Alkitab yang memberikan jawabannya kepada kita, begini: Untuk diselamatkan seseorang harus memiliki iman/percaya (kepada/dalam Yesus Kristus)...

"...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16). 

Dan untuk bisa beriman/percaya seseorang harus diberi iman (oleh/dari Allah). Sebab manusia berdosa sudah mati di dalam dosanya, sehingga tidak mungkin lagi memiliki iman (dari dirinya) sendiri atau sudah tidak bisa lagi beriman dengan dirinya sendiri.

"...sebab bukan semua orang beroleh iman..." (2 Tes 3:2). 
"...Lidia turut mendengarkan... Tuhan membuka hatinya,  sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus" (Kis 16:14).
"... tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus" (1 Kor 12:3).

Jadi, iman itu adalah (bagian/perwujudan dari) kasih karunia Alah (yang diberikan-Nya) kepada kita.

Karena itu, sudah jelaslah: Kasih karunia Allahlah yang menyelamatkan kita, bukan (hanya sekedar) kasih Allah (semata).

Kamis, 18 Februari 2016

Rest in Christ: Dua Pernyataan Terkait yang saling Berlawanan, Tapi Keduanya Benar

Ada dua pernyataan (yang ada kaitannya dengan Rest in Christ atau, setidaknya, orang2 mengaitkannya dengan itu) yang seolah-olah saling berlawanan (atau saling membantah) antara yang satu dengan yang lainnya, tapi kedua-duanya sama2 benar.... (yaitu jika ditempatkan pada sisi yang disoroti oleh masing2nya). Inilah kedua pernyataan itu:

Pernyataan 1: "Kita, believer in Christ, sepatutnya menikmati Rest in Christ, karena itu kita sama sekali sudah tidak perlu untuk melakukan apa2 lagi"
Pernyataan 2: "Kita, believer in Christ, memang sepatutnya menikmati
Rest in Christ, tapi bukan berarti kita sama sekali sudah tidak perlu untuk melakukan apa2 lagi"

Kedua versi pernyataan ini mungkin sudah sempat membuat beberapa orang menjadi bingung... dan bertanya-tanya: "Jadi, yang manakah yang benar?" Kemudian keadaan itu semakin diperparah lagi oleh orang2 yg mencoba untuk memberikan penjelasan (dengan sangat bersemangat, menurut apa yang diketahuinya).... tapi, sayangnya, "penjelasan"-nya itu bukannya menolong, malahan akan menjerumuskan orang2 ke dalam pemahaman yang ekstrim dan merusak. Sebab apa yang diketahuinya itu ternyata hanya menekankan dari sisi yang sebelah/sepihak saja--entah itu dari sisi yang diwakili dengan pernyataan ke-1 atau pun pernyataan ke-2).

Padahal, sesungguhnya, kedua-duanya adalah sama2 benar. Karena sesungguhnya masing-masingnya sedang menyoroti sisi yang berbeda dari kehidupan kita sebagai orang Kristen. Pernyataan yang pertama itu sedang menyoroti hal2 yang termasuk ke dalam hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita. Sedangkan pernyataan yang kedua itu sedang menyoroti dari sisi hal2 yang ada di luar dari atau yang tidak termasuk ke dalam hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita.

  • Untuk hal2 yang ada di luar atau tidak termasuk ke dalam hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita, tentunya kita masih perlu untuk mengerjakan ini dan itu... jadi kita tidak boleh rest atau beristirahat di dalam/untuk hal2 ini.
  • Untuk hal2 yang ada di dalam atau masih termasuk ke dalam hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita, tentunya kita sudah tidak perlu untuk mengerjakan apapun lagi... jadi kita boleh (bahkan sudah sepatutnya!) untuk rest atau beristirahat dalam/untuk hal2 ini.

Semoga penjelasan ini bisa membantu dalam mengatasi kebingungan, yang sudah sempat "merambah masuk" itu, ya.... :)

Keselamatan dan Upah di Sorga

Berikut ini akan saya bagikan hal-hal yang menjadi pandangan dan pendirian saya sekitar mengenai topik yang sangat penting ini, yang di dalamnya nanti bisa Anda temukan, baik hal-hal yang merupakan persamaan maupun juga perbedaan antara posisi atau pandangan saya dan posisi atau pandangan kedua penulis buku yang disebutkan di atas tadi (1. Your Eternal Reward [Pahala Kekal Anda], Erwin W. Lutzer; 2. A Life God Rewards [Kehidupan yang Allah Ganjar], Bruce Wilkinson & David Kopp).

CARA KITA MENERIMA UPAH DI SURGA ITU TIDAK SAMA DENGAN CARA KITA MENERIMA KESELAMATAN

Ketika saya membaca dan mempelajari kedua buku yang saya sebutkan di atas itu, saya menemukan sangat banyak persamaan pendapat antara saya dengan kedua penulis buku tersebut (disamping juga terdapat perbedaan dibeberapa halnya, yang bisa diikuti oleh pembaca yang membaca bab ini secara lengkap). Dan, di antara sekian banyak persamaan itu ada satu yang paling utama yang akan saya sebutkan di sini, yaitu bahwa cara kita untuk menerima atau memperoleh upah di surga itu adalah tidak sama dengan cara kita dalam menerima keselamatan.

Dan, sama seperti kedua penulis kawakan itu, saya pun beranggapan bahwa hal yang satu ini adalah hal yang sangat penting untuk dibuat menjadi jelas bagi setiap orang Kristen pada masa kini. Sebab, kalau seseorang gagal melihat hal yang satu ini, maka akan rusaklah semua pandangannya mengenai topik yang sangat penting ini, yaitu tentang upah di surga. Dan, akan menjadi tak bergunalah semua pemahaman yang lainnya, yang telah dan akan dia dapatkan mengenai topik ini.

Seperti yang kita ketahui (dan, pada umumnya, sepakati) bahwa cara untuk kita bisa menerima keselamatan itu adalah hanya dengan iman atau percaya (di dalam Yesus Kristus) saja. Karena keselamatan kita itu adalah suatu anugerah (kasih karunia) atau pemberian Allah yang cuma-cuma kepada kita, di dalam Yesus Kristus, Anak tunggal-Nya. Sebagaimana yang memang sudah sangat sering disampaikan kepada kita dengan mengacu kepada ayat-ayat Alkitab yang berikut ini (karena, memang, apa yang dikatakan di dalamnya itu sudah begitu jelas dan tegas dalam mengungkapkan mengenai hal itu).

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
~Yohanes 6:33
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;.itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri
~Efesus 2:8-9

Sejauh menyangkut penerimaan keselamatan, hanya itu sajalah yang menjadi caranya. Dan, hanya sejauh itu sajalah yang harus dan patut diajarkan oleh setiap pengajar kekristenan yang setia pada Injil Yesus Kristus. Tetapi, pengajaran kekristenan itu belumlah berhenti hanya sampai di situ saja atau tidaklah hanya mengenai yang satu itu (keselamatan) saja. Masih banyak lagi tentunya pokok-pokok pengajaran yang lainnya. Dan, salah satu dari antaranya itu adalah pokok atau topik mengenai upah di surga, yaitu yang menjadi perhatian kita sekarang di sini.

Bagaimanakah caranya agar kita bisa menerima upah di surga itu?

Langsung saja saya memberikan jawabannya di sini, yaitu: Dengan usaha atau perbuatan. Untuk meyakinkan diri Anda terhadap jawaban itu, periksalah kutipan ayat-ayat Alkitab di bawah ini, dan secara khusus berilah perhatian pada usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan tertentu yang secara langsung disebutkan di dalamnya sebagai cara untuk seseorang bisa menerima atau mendapatkan upah di surga itu.

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.
~Matius 5:11-12
Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”
~Matius 19:21
Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”
~Lukas 14:13-14

Dari ketiga ayat Alkitab itu saja sudah menjadi nyata sekali kepada kita bahwa cara kita untuk bisa menerima atau mendapatkan upah di surga itu sangatlah berbeda dengan caranya kita menerima keselamatan. Sebagaimana yang telah kita lihat tadi sebelumnya, caranya kita untuk menerima keselamatan itu ialah hanya dengan iman saja. Sedangkan, untuk bisa menerima atau mendapatkan upah di surga itu, haruslah kita berusaha/berupaya dengan sedemikian rupa, antara lain dengan menjaga sikap dan melakukan (atau tidak melakukan) hal-hal tertentu.

Berikut ini akan saya kutipkan juga apa yang dikatakan oleh kedua penulis Kristen yang terkenal itu, mengenai hal yang khusus ini, di dalam kedua buku mereka yang disebutkan di atas tadi.

"Pengajaran Yesus menunjukkan kepada kita bahwa ada dua kunci yang menentukan sepenuhnya masa kekekalan Anda.
Kunci pertama adalah iman Anda. Kunci ini membuka pintu ke kehidupan kekal dan menentukan dimana Anda akan melewatkan masa kekekalan.
Kunci kedua adalah perbuatan Anda. Kunci ini membuka pintu ke upah dan menentukan bagaimana Anda akan melewatkan masa kekekalan."
(Bruce Wilkinson & David Kopp, Kehidupan yang Allah Ganjar, Hal.16)

"Karunia keselamatan bukanlah pahala untuk pekerjaan-pekerjaan, tetapi ganjaran untuk iman, iman yang Allah sesungguhnya telah berikan kepada kita! Tetapi apabila kita diberikan pahala di Bema, maka pahala itu adalah berdasarkan pekerjaan-pekerjaan kita; pemberian itu adalah sesuai dengan kesetiaan kita."
(Erwin Lutzer, Pahala Kekal Anda, hal. 55)

(Dicuplik dari buku saya, "Ibadah yang Murni", yang terbit dalam bentuk ebook thn. 2009)

Dua Sisi Kehidupan Orang Kristen

Sebagai orang Kristen kita memiliki/menjalani dua sisi kehidupan, sbb:


  1. Kehidupan Khusus: Kehidupan rohani kita sebagai ciptaan baru di dalam Kristus; 
  2. Kehidupan Umum: Kehidupan kita sebagai manusia biasa yang masih tinggal di bumi ini, sebagaimana layaknya dengan semua manusia lainnya. 


Pada sisi yang pertama kehidupan kita itu apa yang kita miliki dan jalani adalah (sudah) sama sekali berbeda dan tidak ada persamaannya dengan apa yang dimiliki dan dijalani oleh orang2 luar (unbelievers). Tapi pada sisi yang kedua kehidupan kita itu apa yang kita miliki dan jalani masih sama saja dengan yang dimiliki dan dijalani oleh orang2 luar (unbelievers). Misalnya: sebagaimana mereka membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, seks, perhatian, kasih sayang.... begitu pun kita masih membutuhkan hal2 itu juga.

Hei, sekalipun Anda orang Kristen (believer) Anda tetap hanyalah manusia biasa juga! Saya harap tidak seorangpun di antara kita yang tidak sadar tentang hal itu.

Menjadi orang Kristen (believer) tidaklah menjadikan Anda dan saya menjadi manusia super (superman/superwomen). Di satu sisi kita memang sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus. Tapi di sisi yang lain, kita tetap hanyalah manusia2 biasa, sebagaimana dengan orang2 lainnya (unbelievers). Untuk melihat bukti langsung tentang hal itu, silahkan cubit lengan Anda (cubitnya yang agak keras, ya!)... sakit, kan? Nah, itulah tandanya Anda adalah manusia biasa (sama seperti orang2 lainnya di luar sana).

Sekali lagi, kita memiliki dua sisi kehidupan (yang berbeda) dan keduanya harus kita jalani/jalankan secara terpisah--dijalankan pada jalurnya sendiri2. Jadi kedua sisi kehidupan ini harus diurus secara terpisah--tidak tercampur dan (unsur2 yang ada di dalamnya) tidak bisa saling menggantikan atau saling dipertukarkan.

Bagaimanakah caranya kita menjalani kehidupan kita dalam kesadaran akan kedua sisinya ini?

Kuncinya begini: Saat sedang menjalani sisi kehidupan kita yang khusus (rohani) janganlah kita mencoba menerapkan kebenaran yang berlaku di sisi kehidupan kita yang umum; demikian pula sebaliknya, saat sedang menjalani sisi kehidupan umum kita, janganlah mencoba untuk menerapkan kebenaran yang berlaku di sisi kehidupan khusus/rohani kita.

Di penghujung ini saya mau buka2an dulu, ya... :D  Sebenarnya, satu hal yang sejak awal hendak saya katakan di sini (atau melalui tulisan ini) adalah ini: Kasih karunia itu (yaitu kasih karunia Allah di dalam Kristus) hanya berlaku di sisi kehidupan khusus/rohani kita, dan tidak berlaku di sisi kehidupan umum kita. Itu dia...! :D

******

NB: Menyangkut pemisahan yg saya buat di sini, nampaknya perlu saya tambahkan penjelasan, sbb (agar tidak terjadi kesalahpahaman atau pencampurbauran!): Pemisahan yg saya buat di sini tidak sama (dan tidak ada hubungannya sama sekali!) dgn pemisahan keliru yg sering orang2 buat dgn memisahkan "dunia/perkara2 rohani" dan "dunia/perkara2 sekuler." Saya jelas2 tidak setuju dgn pemisahan seperti yg disebutkan belakangan ini. 

Adapun perbedaan pokok antara pemisahan yg saya buat itu dgn pemisahan yg keliru ini adalah dalam hal ini: Pada pemisahan yg saya buat itu, sekalipun dalam pelaksanaannya di kehidupan kita sekarang ini (kedua sisi kehidupan itu) berjalan secara terpisah (masing2 berjalan di jalurnya sendiri2), tapi ujungnya adalah sama2 menuju kpd Tuhan juga (sama2 untuk kemuliaan Tuhan juga)--baik itu sisi kehidupan khusus kita maupun sisi kehidupan umum kita.

Sedangkan pada pemisahan yg keliru itu pisahnya terus sampai ke ujung/akhirnya. Yang satu ("dunia rohani") menuju kepada (kemuliaan) Tuhan, tapi yg lainnya ("dunia sekuler") menuju kepada Iblis/kebinasaan.

Harap tidak mencampurbaurkan kedua hal yg jauh berbeda ini, ya... smile emotikon

Rabu, 17 Februari 2016

Siapa Bilang Hukum Taurat Sudah Dibatalkan Sama Sekali?

Ada sebuah point yang membedakan antara ajaran Reformed/Calvinisme dengan apa yang dipercayai oleh kaum Grace ("hyper/radical-grace"), yaitu berkaitan dengan hukum Taurat dan pemberlakukannya di dalam Kekristenan. Perlu saya tambahkan bahwa ini adalah perbedaan yang cukup signifikan di antara kedua "kubu" ini (kebanyakan perbedaan2 lainnya, yang sering diduga oleh orang2, sebenarnya kurang signifikan!).

Di manakah letak perbedaannya itu?

Saya akan tunjukkan di sini secara ringkas saja. Kaum Grace memandang hukum Taurat sudah tidak berlaku lagi bagi kita orang2 Kristen (baik untuk tujuan mendapatkan pembenaran/keselamatan maupun untuk pengudusan kita dan/atau perkenanan Tuhan kepada kita). Sedangkan kaum Reformed/Calvinis memandang hukum Taurat (yaitu bagian hukum moralnya) masih berlaku untuk pengudusan kita dan/atau perkenanan Tuhan kepada kita.

Tapi, dalam kesempatan ini, bukan soal perbedaan antara kedua "kubu" ini yang hendak saya angkat sebagai bahan pembahasan (walaupun soal ini sebenarnya cukup penting juga untuk dijadikan pembahasan, tapi biarlah hal itu kita dorong aja dulu ke depan, ya...!). Apa yang hendak saya lakukan sekarang di sini adalah untuk meluruskan pemahaman, khususnya di kalangan teman2 saya (orang2 grace) mengenai pembatalan/pemberlakuan hukum Taurat itu.

Kenapa saya merasa perlu untuk melakukan hal itu? Apakah saya melakukannya karena sekarang ini saya (sudah) tidak setuju (lagi) bahwa hukum Taurat itu sudah dibatalkan bagi kita orang2 kristen?

Saya tegaskan di sini, saya setuju bahwa hukum Taurat itu sudah dibatalkan atau sudah tidak berlaku lagi sekarang ini bagi kita orang2 Kristen (yaitu untuk kehidupan kerohanian kita). Tapi saya mau memperjelas apa yang menjadi permasalahannya di sini, yaitu: sebenarnya dalam hal/artian apakah hukum Taurat itu sudah dibatalkan atau sudah tidak berlaku lagi? Soalnya, ada sebagian teman yang terlalu bersemangat (=terlalu maju) dengan mengatakan bahwa sejak kematian Yesus hukum Taurat itu sudah dibatalkan sama sekali.

Perhatikanlah bahwa itu adalah dua hal yang berbeda (yaitu mengatakan "hukum Taurat sudah dibatalkan bagi kita" dan "hukum Taurat sudah dibatalkan sama sekali"). Saya setuju dengan (dan meyakini) yang pertama, tapi saya tidak setuju dengan yang kedua.

Semua kita harus memahami dengan jelas tentang hal ini: Hukum Taurat tidak pernah dibatalkan sebagai hukum Taurat.

Jadi, adalah salah kalau dikatakan hukum Taurat sudah dibatalkan sama sekali. Sebab hukum Taurat masih tetap berlaku..... ya, masih tetap berlaku hingga sekarang ini. Walaupun tentunya keberlakuannya itu sudah bukan lagi untuk kita orang2 Kristen (yaitu untuk kehidupan kerohanian kita). Tapi hukum Taurat masih akan tetap berlaku setidaknya untuk 3 (tiga) tujuan yang berikut ini:

1. Bagi Bangsa Israel/Umat Yahudi

Ingatlah bahwa bangsa Israel memiliki peranan yang khusus/istimewa di dalam rencana dan karya Allah di dunia ini. Bangsa ini tidak akan dibiarkan Allah musnah, tapi akan tetap dipelihara oleh-Nya--sampai semua rencana (dan janji2-Nya) kepada/melalui bangsa ini digenapi (Roma 11:25-32).

Sedangkan bangsa Israel, yang adalah umat Yahudi ini, tidak mungkin untuk terpisahkan dari/dengan hukum Taurat. Karena itu, selama bangsa ini masih ada (eksis) di dunia ini, maka hukum Taurat akan tetap ada (atau tetap berlaku, setidaknya bagi mereka).

2. Bagi Semua Bangsa di Dunia ini

Tidak hanya bangsa Israel saja yang memerlukan hukum Taurat, tapi bangsa2 lainnya (di dunia ini) pun memerlukan hukum Taurat juga, yaitu inti dari hukum moral yang terdapat pada hukum Taurat itu, khususnya pada kesepuluh perintahnya. Kesepuluh perintah dari hukum Taurat itu bisa dikatakan merupakan saripati dari kebajikan manusia secara universal. Setiap bangsa/negara di dunia ini tentunya memerlukan hukum2 yang menjadi dasar bagi pemerintahan, dan untuk bisa mengayomi semua rakyatnya. Dan hukum Taurat itu tetap adalah sumber hukum terbaik yang bisa dijadikan sebagai dasar yang kuat bagi semua bangsa dalam membangun sistem hukum mereka.

Karena itu, bisa dikatakan bahwa selama bangsa2 masih ada di dunia ini, hukum Taurat masih tetap berlaku (sekalipun di sini wujudnya sudah tidak lagi sebagai hukum Taurat yang utuh/orisinil, tapi apa yang sudah merupakan pengembangan darinya).

3. Bagi kehidupan Umum Kita

Mungkin beberapa teman sudah bertanya-tanya tentang frasa yang beberapa kali saya sisipkan pada kalimat2 saya di atas tadi. Ini dia frasanya: "yaitu untuk kehidupan kerohanian kita." Apakah maksudnya itu? Dari apa yang saya sampaikan selanjutnya di sini nanti, Anda akan tahu sendiri, apakah yang saya maksudkan dengan itu.

Kita sebagai orang2 Kristen memiliki dan menjalani dua sisi kehidupan:

1) Kehidupan khusus (kehidupan rohani/kerohanian kita sebagai ciptaan baru di dalam Kristus);
2) Kehidupan umum (kehidupan sebagai manusia biasa yang tinggal di bumi, dan dalam tubuh jasmani, sebagaimana layaknya dengan semua manusia yang lainnya).

Pada sisi yang pertama itu, apa yang kita miliki dan jalani adalah sama sekali sudah berbeda dan tidak ada persamaannya dengan orang2 luar (unbelievers).

Tapi pada sisi yang keduanya, apa yang kita miliki (dan jalani) masih sama saja dengan yang dimiliki (dan dijalani) oleh orang2 luar (unbelievers). Misalnya: sebagaimana mereka membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, seks, perhatian, kasih sayang.... begitulah kita pun masih membutuhkan hal2 itu juga.

Di sisi kehidupan umum ini kita juga masih (harus) takluk/tunduk kepada hukum2 yang mengatur (=menjaga keteraturan/ketertiban) di dalam kehidupan kita ini. Hukum2 itu bisa dirangkum ke dalam setidaknya 3 kelompok ini:

1) Hukum2 alam;
2) Hukum2 Negara;
3) Hukum2 Moral.

Dan, tentu saja, khususnya butir ke-2 dan ke-3 di atas itu tidak bisa dilepaskan dari hukum Taurat.

Demikianlah, semoga penjelasan ini bisa memberikan kejelasan yang diperlukan bagi teman2 sekalian, khususnya bagi yang merasa memerlukannya, ya! Amin.

Kasih Karunia: Pemberian yang Berdaulat

Kita tahu (baik dari pengalaman maupun dari Alkitab) bahwa (pada akhirnya) tidak semua orang yang diselamatkan. Mungkin Anda masih bertanya-tanya: Apa sebenarnya yang membuat seseorang pada akhirnya tidak diselamatkan? Pertanyaan ini akan semakin seru lagi jika ditambahkan dengan: Kalau memang Tuhan mengasihi semua orang, seharusnya tidak mungkin ada satu orang pun yang tidak diselamatkan! Sebagian orang merasa jawaban untuk ini sudah pasti, yaitu: kehendak bebas manusia itu. Benarkah itu? Mari kita periksa...

Sebenarnya dari apa2 yang sudah saya bagikan sebelumnya tentang kasih karunia (perbedaannya dari pemberian2 Tuhan yang lainnya) semuanya itu akan menyimpulkan satu hal--yang berkaitan dengan sifat dari kasih karunia--yaitu: Kasih karunia itu berdaulat (atau kasih karunia itu adalah pemberian yang berdaulat).

Apakah yang dimaksudkan dengan itu?

Saya akan menjelaskannya dengan sesederhana mungkin (dan tentunya masih dengan memfokuskan tujuannya untuk menunjukkan perbedaan antara kasih karunia dengan pemberian2 Tuhan yang lainnya) di sini. Pemberian2 Tuhan yang lainnya diberikan sebagai bentuk respons Tuhan terhadap doa2/permintaan dan perbuatan2 tertentu  dari manusia. Ayat2 Alkitab yang berikut ini menjelaskan tentang hal itu...

"Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa...." (Yak 4:2)

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Mat 7:7-8)

Ayat2 seperti contoh di atas itu membicarakan tentang pemberian2 Tuhan yang diberikan sebagai bentuk respons Tuhan kepada doa2/permintaan dan perbuatan2 tertentu dari pihak manusia. Walaupun, kalau diperiksa lebih jauh, akan didapati bahwa orang2 bisa berdoa dan berbuat hal2 yang demikian itu pun adalah karena karya Tuhan juga pada diri mereka! Tapi tetap saja di sini--dalam realitanya--pemberian2 Tuhan itu hanya diberikan setelah ada doa/permintaan perbuatan terentu dari manusia. Dan hal itu berbeda dengan kasih karunia...sebab kasih karunia itu diberikan bukan sebagai respons Tuhan terhadap doa2/permintaan dan perbuatan2 tertentu dari manusia, tapi semata-mata atas kehendak/kedaulatan Tuhan saja.

Sekali lagi, apakah artinya itu?

Itu artinya: Kasih karunia itu diberikan kepada siapa, pada waktu kapan, dalam situasi yang seperti apa, dengan cara yang bagaimana... semuanya itu adalah urusan Tuhan, dan hanya Dia sajalah yang menentukannya (manusia tidak memiliki peran sama sekali di dalam hal2 ini).

Ini adalah sekedar memberikan sebuah peneguhan lagi tentang perbedaan antara kasih karunia dengan pemberian2 Tuhan yang lainnya. Semoga semakin diteguhkan, ya...  :)

Kasih Karunia: Pemberian Khusus dan "Bersyarat"

Kasih karunia adalah suatu pemberian yang sangat khusus dari Tuhan kepada manusia. Tidak semua pemberian (yang berasal dari) Tuhan adalah kasih karunia. Dan (dalam artian tertentu) bisa dikatakan: Ada "persyaratan" untuk kasih karunia. Dan "persyaratan"-nya adalah: Objeknya haruslah sama sekali tidak berdaya (dalam soal/permasalahan yang tertentu itu).

Kasih karunia tidak akan diberikan kepada orang2 yang masih berdaya, masih bisa melakukan sesuatu, atau masih bisa berespon kepada Tuhan (yaitu dalam soal/permasalahan yang tertentu itu). Kepada orang2 yang seperti ini Tuhan bukannya tidak akan memberikan apapun sama sekali. Bukan begitu. Dia tetap akan memberi pemberian2-Nya kepada mereka (menjawab doa-doa mereka) sesuai dengan kadar kebutuhannya masing2. Hal itu misalnya: pertolongan, berkat2, dll. Tapi, satu hal yang pasti, Dia tidak akan memberikan kasih karunia kepada mereka! Sebab, sekali lagi, kasih karunia itu "bersyarat" ("syarat"-nya: ketidakberdayaan total dari sang objeknya).

Perhatikanlah bahwa untuk hal2 yang di luar kasih karunia, pemberian2 Tuhan itu akan disesuaikan menurut KADAR kebutuhan dari masing2 orang (jadi di sini ada batasan atau ukuran, yang disesuaikan kepada masing2 orang). Contohnya: Untuk orang2 yang kadar kebutuhannya (=ketidaksanggupannya) sebesar 50%, maka kepada mereka akan diberikan pertolongan ilahi sebesar 50% juga; jika ketidaksanggupannya 80%, maka akan diberikan 20% pertolongan ilahi kepada mereka; demikianlah untuk seterusnya. Sedangkan untuk hal2 di mana kasih karunia diberikan sama sekali tidak terdapat penyesuaian yang demikian itu, sebab yang namanya kasih karunia itu selalu (dan tidak pernah kurang dari) 100% pertolongan ilahi. Atau, dengan kata lain, kasih karunia itu adalah pengambil-alihan (oleh Tuhan), bukan sekedar pertolongan.

Itulah hal yang lainnya lagi (sebagai tambahan kepada beberapa hal yang sudah saya bagikan sebelumnya) yang membedakan kasih karunia dan pemberian2 Tuhan yang lainnya. Semoga kita semakin bisa melihat bahwa tidak semua pemberian2 Tuhan itu adalah kasih karunia-Nya. Faktanya: Ada yang merupakan kasih karunia; ada pula yang bukan merupakan kasih karunia. Selamat membedakan.

Semuanya (Karena) Kasih Karunia? (#2)

Mengatakan "semuanya adalah kasih karunia (anugerah)" sama berbahaya/merusaknya dengan mengatakan "semuanya adalah mujizat."

Mungkin, kalau baru dilihat secara sepintas saja, sepertinya tidak ada yang berbahaya/merusak pada pernyataan "semuanya adalah mujizat" itu....malahan sebagian orang justru akan menganggapnya sebagai suatu kebenaran Kristen yang sejati. Saya harap Anda tidak berhenti (tenggelam!) hanya sampai di pengamatan yang sepintas itu saja, tapi bersedia untuk memeriksanya lebih lanjut, secara lebih seksama, ya...

Kalau dikatakan "semuanya adalah mujizat" berarti tidak ada sesuatu pun yang bukan mujizat. Betul, kan? Nah, kalo semuanya adalah mujizat dan tidak ada yang bukan mujizat, apa istimewanya lagi sebuah mujizat?

Haloooo... !! Bisakah Anda melihatnya...??

Kenapa mujizat menjadi istimewa? Atau, apakah yang membuat mujizat itu sesuatu yang istimewa? Tentulah karena hal yang seperti itu jarang atau langka terjadi. Itu persis seperti emas. Kenapa emas menjadi mahal (disebut sebagai logam mulia)? Tidak lain karena emas itu jarang atau langka ditemukan. Coba kalau setiap kali kita mengorek tanah (di sembarang tempat), ada emas di sana... pastilah emas tidak akan menjadi mahal dan tidak akan disebut sebagai logam mulia. Betul, kan?

Itulah alasannya, kenapa saya menentang pernyataan "semuanya adalah mujizat." Kalau semuanya mujizat (tidak ada satu hal pun yang bukan mujizat), maka mujizat praktis menjadi sesuatu yang biasa saja, tidak ada kelebihan/istimewanya (=tidak ada mujizat!). Jadi, pernyataan "semuanya adalah mujizat" itu alih2 mendukung atau mempromosikan mujizat, malahan justru menghasilkan kebalikannya, yaitu (pada akhirnya) hanya akan merendahkan bahkan meniadakan mujizat.

Hal yang sama persis dengan itu akan terjadi juga pada pernyataan "semuanya adalah kasih karunia (anugerah)." Kalau semuanya adalah kasih karunia, berarti tidak ada satu hal pun yang bukan kasih karunia. Lalu, apa istimewanya lagi kasih karunia itu? Apakah ada artinya lagi untuk mengatakan: Yesus adalah kasih karunia?

Untuk apa...?

Muhammad pun adalah kasih karunia.

Sidarta Budha Gautama pun adalah kasih karunia.

Tukul Arwana pun adalah kasih karunia.

Apa istimewanya...??!!

Sudah bisakah Anda melihatnya sekarang (bahwa pernyataan "semuanya adalah kasih karunia" itu adalah sesuatu yang merusak ketimbang membangun bagi iman Kristen)? Saya harap Anda sudah (mulai) melihatnya, ya....  :D

Semuanya (Karena) Kasih Karunia?

Nampaknya hampir semua orang Kristen (lebih2 lagi di kalangan teman2 saya, grace-believers) akan setuju dengan statement ini: "Semua adalah (karena) kasih karunia." Tapi, sekarang ini juga, saya akan membantahnya!

Terus terang, sebenarnya sudah lama saya tidak setuju dengan statement yang seperti itu. Sebab, menurut saya, statement seperti itu (sekalipun terkesan sangat rohani atau memuliakan Tuhan!) sama sekali tidak berdasar pada kebenaran dan karenanya mustahil untuk bisa benar2 dijalankan. Jadi, sebenarnya hal itu hanyalah (maaf!) menjadi slogan kosong belaka! (karena memang, tidak pernah terbukti, baik dalam realitanya maupun dalam hal ke-Alkitabiahannya!).

Ini adalah tesis saya: Kasih karunia hanya berlaku di dalam hal2 yang menyangkut perhubungan kita--secara vertikal--dengan Tuhan; tidak berlaku di dalam hal2 yang menyangkut perhubungan kita--secara horizontal--dengan diri sendiri, sesama (dan dengan semua benda/hal lainnya di dunia ini).

Salah satu argumen untuk tesis saya di atas itu adalah seperti yang terungkapkan di dalam uraian atau contoh berikut ini:

Kalau sesuatu itu adalah (karena) kasih karunia, maka kita tidak (perlu) bekerja untuknya. Betul, kan? Sebab kalau kita bekerja untuknya (walau sekecil apapun itu!), itu sudah bukan merupakan kasih karunia lagi! (Bandingkan ini dengan Roma 4:4-5; 11:6; Efesus 2:8-9). Nah, kalau semuanya adalah (karena) kasih karunia... itu berarti untuk semuanya kita sudah tidak (perlu) bekerja (lagi). Apakah hal yang demikian itu mungkin?? Jelaslah hal yang demikian itu adalah mustahil dan konyol! Iya, kan?!

Itu ajalah dulu, ya.... :)

NB: Tulisan ini masih terkait dengan tulisan saya yang sebelumnya tentang 'REST IN CHRIST'....

'Rest In Christ' itu Benar-benar 'Rest'--Luar-Dalam



Judul di atas itu sengaja saya buat begitu, sebab saya hendak mengoreksi penjelasan yang diberikan oleh beberapa orang tentang rest (yang kita miliki di dalam Kristus), yang saya nilai, sekalipun diberikan dengan maksud baik, sebenarnya sudah merusakkan atau melemahkan arti dari kata rest  (=istirahat) itu sendiri.

Penjelasan yang hendak saya koreksi itu pada dasarnya mengatakan begini: Rest atau istrahat yang kita miliki di dalam Kristus itu bukan berarti kita tidak bekerja sama sekali, tapi hanyalah ketenangan di dalam batin/jiwa kita. Di luar kita tetap sibuk bekerja; tapi di dalam batin kita menikmati rest ... istirahat, tenang, dan damai yang sempurna.

Sekali lagi, saya tidak setuju dengan penjelasan tentang rest in Christ yang seperti itu. Sebab rest  yang dimaksudkan (dan diberikan) oleh Injil kepada kita adalah rest  yang membuat kita benar2 tidak bekerja...sama sekali tidak bekerja... yaitu untuk hal2 yang sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita. Nah, di sinilah pengertian rest  itu harusnya kita letakkan, yaitu kita bisa menikmati rest  karena Kristus yang (sudah) mengerjakan hal2 itu bagi kita. Atau, dengan kata lain, rest  kita itu didasarkan/dilandaskan pada karya Kristus yang sempurna bagi kita (rest in Christ's finished work).

Untuk lebih jelas dan tegasnya, beginilah kira2 jalan pikirannya: Kalau sesuatu hal itu sudah dikerjakan/diselesaikan oleh Yesus bagi kita, untuk apa kita masih mengerjakannya lagi? Sama sekali sudah tidak perlu lagi, kan?!

Hal itu tidak bisa menjadi benar juga, sekalipun dikatakan hanya di (bagian) luarnya saja kita bekerja (sementara di dalam batin kita menikmati rest ). Itu tidak benar. Yang benar adalah: Kalau bekerja ya, bekerja--baik di luar maupun di dalam. Begitu juga, kalau rest  ya rest --baik di dalam maupun di luar.  Alkitab (dari Kejadian hingga Wahyu) membuat pemisahan antara bekerja dan istirahat, sepatutnya kita pun begitu! Janganlah kita mengacaukan atau mencampuradukkan antara bekerja dan istrahat--sehingga menjadi tidak jelas lagi kapan kita sepatutnya bekerja dan kapan pula kita harusnya beristirahat!

Dan, kalau masih dipertanyakan, dalam hal apa sajakah kita bisa menikmati rest in Christ itu (?) Tentu saja jawabannya, sekali lagi, bukanlah dalam segalanya atau di dalam seluruh bidang kehidupan kita. Justru karena sudah adanya asumsi yang keliru ini di dalam benak dari sebagian teman, itulah yang "memaksa" mereka memberikan penjelasan yang tidak tepat, seperti yang disebutkan di atas tadi ("maksud baik" mereka adalah untuk menghindarkan kita dari menjadi "benar2 rest  atau istrahat di dalam segala hal," yang tentunya adalah sebuah pemahaman yang 'konyol'! :D ). Yang benar adalah (seperti yang sudah juga saya sebutkan di atas) kita bisa menikmati rest in Christ hanyalah di dalam hal2 yang untuknya Yesus sudah kerjakan/selesaikan bagi/demi kita.

Dalam hal2 apa sajakah itu, konkretnya?

Dalam keselamatan kita, yang di dalamnya sudah termasuk juga: kebenaran, kekudusan, dan kesempurnaan kita di hadapan Allah. Untuk hal2 ini kita sudah sepatutnya tidak pernah lagi menjadi pusing (karenanya)... tapi sudah bisa menikmati rest  yang benar2 rest  (luar-dalam!). Haleluya. Soli Deo gloria. Amin.

NB: Tulisan ini bisa dilihat sebagai kelanjutan dari tulisan saya yang sebelumnya, yang berjudul: IMAN = ISTIRAHAT.

IMAN = ISTIRAHAT

Mengapa IMAN = ISTIRAHAT/REST bagi kita?

Iman/percaya berarti memandang pada pihak lain (di luar diri kita). Iman adalah mempercayai/mengandalkan pihak lain untuk mengerjakan/membereskan urusan tertentu bagi kepentingan kita. Jadi pada hakekatnya dalam beriman/percaya itu terdapatlah kesadaran (dan/atau pengakuan) akan ketidakberdayaan/ketidakmungkinan kita sendiri dalam mengerjakan/membereskan urusan tertentu itu, sehingga kita melihat dan berpaling kepada pihak lain untuk mengurusnya bagi kita....dan dengan demikian membebaskan diri kita sendiri dari semua beban/tuntutan untuk mengurus hal/permasalahan tertentu itu. Dan itu juga membebaskan (=memberikan hak penuh kepada) pihak lain itu untuk bertanggungjawab sepenuhnya dalam mengurusnya. (Dalam konteks Kristen, pihak lain ini menunjuk kepada Tuhan/Kristus).

Jadi, kita sekarang sudah bisa BERISTIRAHAT. Mengapa? Karena kita sekarang sudah tidak perlu lagi untuk pusing/dipusingkan dengan semua urusan yang menyangkut permasalahan kita yang tertentu itu tadi.

Tapi.... apakah BERISTIRAHAT itu menunjuk kepada atau berlaku untuk semua hal/permasalahan di dalam kehidupan kita?

Jawabnya, tidak.

Mengapa tidak?

Sebab tidak untuk semua hal/permasalahan kita (patut/pantas) untuk menempuh cara/jalan iman/percaya (untuk mengurusnya).

Contohnya:


  • Anda tidak memerlukan iman untuk menyeberangi jalan (Anda hanya memerlukan pikiran dan mata yang terang/melek untuk melakukannya).
  • Anda tidak memerlukan iman untuk membersikan/membenahi rumah, dapur, pakaian, halaman, dan lain-lainnya (Anda hanya memerlukan tenaga, kemauan secukupnya (dan "tangan yang ringan") untuk membereskan hal2 itu).


Singkatnya, iman itu hanyalah untuk hal2 yang menyangkut kehidupan rohani atau hubungan (vertical) kita dengan Tuhan saja.... dan (hanya) di dalam area kehidupan yang inilah kita, sebagai orang percaya, harusnya selalu berada dalam keadaan REST atau BERISTIRAHAT. Itu karena kita bisa mempercayai/mengandalkan Kristus untuk melakukan/membereskan segalanya bagi kepentingan kita.... di area ini.

Salam kasih karunia.... selamat menikmati istirahat Anda di dalam Kristus. Amin.