Jumat, 24 November 2017

Persembahan Saya di Hari ULTAH Buat Teman2 Sekalian

Dalam rangka perayaan HUT saya (yang jatuh tepat pada hari ini: 24/12/2017), dengan gembira, saya akan berbagi sebuah buku (ebook) yang sangat istimewa buat teman2 sekalian. Judulnya: "Perbuatan Baik Vs. Perbuatan Iman", dengan sub judul: "Membuka Tabir yang Sudah Berabad-abad".

(Demo bukunya ada di samping kanan ini)

Ya, ini adalah sebuah ebook yang dibuat dengan konsep 3d dan multi media. Sehingga, ketika membacanya, kita seolah-olah sedang membuka-buka lembaran buku yang sebenarnya (dan sedang berada di ruang baca yang sangat eksklusif. Hehe :D ).

Berikut ini adalah link untuk men-downloadnya secara gratis.

>> Versi lengkap (plus musik - 11 mb): klik di sini (drive-Google)

>> Versi lengkap (tanpa musik - 7 mb): klik di sini (drive-Google)

-------------------
NB: Harap diperhatikan beberapa catatan berikut ini: 1) Berhubung file-nya cukup besar (aslinya, yg dgn musik: 16 mb, dan yg tanpa musik: 11,2 mb) jadi utk kemudahan dalam rangka upload dan download-nya, file-nya saya kompres aja ke rar. Jadi file yang teman2 download nantinya msh dalam bentuk rar dan perlu di-extract (dgn Winrar atau yg sejenisnya, yg biasanya sdh terdapat di PC/Laptop kita). Tapi, buat yang kesulitan atau butuh software Winrar, silahkan hubungi saya, saya akan berikan jg link utk download Winrar-nya.
2) Buat teman2 yg mau membuka/membacanya di HP/smartphone juga bisa, tapi asal sdh terpasang aplikasi pembuka/pembaca file exe (juga utk meng-extract file rar) di HP anda (utk HP android silahkan cari dan pasang dari playstore: "Inno Setup Extractor" atau "ZArchiver").
3) Password untuk rar-nya: juliusta24
4) Ketika membaca bagian artikelnya, kalo dirasa tulisannya kekecilan atau pecah2, solusinya bisa di-"full screen" (tombol bawah paling kanan) atau di-"zoom" (3 tombol atas kanan), atau gunakan mode "thumb" (tombol bawah paling kiri).

Kamis, 03 November 2016

Kembali ke Injil Paulus

(Sudah Saatnya Sekarang Ini bagi Orang2 Kristen dari Bangsa2 Bukan Yahudi untuk Kembali ke "Injil Paulus")


"Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku ["according to my gospel"-KJV]." (2 Tim 2:8)
"Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan ["according to my gospel"-KJV], akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus." (Roma 2:16)
"Bagi Dia, yang berkuasa menguatkan kamu, --menurut Injil yang kumasyhurkan ["according to my gospel"-KJV] dan pemberitaan tentang Yesus Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya" (Roma 16:25)
"Sebab aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia. Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus... Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia;" (Gal 1:11-12, 15-16)
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kis 20:24)
"Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu." (1 Kor 4:15)

Sudah begitu lama Kekristenan jatuh/keluar dari Injil Paulus... dan sudah begitu lama hampir tidak ada ("nyaris tak terdengar") suara-suara yang menyerukan agar orang-orang Kristen (yaitu khususnya yang berasal dari bangsa-bangsa bukan Yahudi) kembali kepada Injil Paulus itu.

Jadi, sudah saatnyakah sekarang ini bagi kita untuk kembali ke Injil Paulus?

Sebenarnya, sudah sejak lama Kekristenan atau gereja Kristen harusnya kembali ke Injil Paulus... bahkan seharusnya sejak awal mulanya, yakni sejak Kekristenan untuk kali yang pertama melangkah ke luar (menyimpang) dari Injil Paulus, saat itu juga langkah untuk kembali ke Injil Paulus itu harus sudah dimulai. Tapi rupanya sejarah mencatat bahwa Kekristenan terus saja melangkah tanpa menyadari bahwa langkah-langkah mereka sudah berada di luar (atau tidak lagi setia) dengan Injil Paulus (dan serentak dengan itu tidak lagi menjadikan Paulus sebagai rasul mereka yang satu-satunya). Sehingga, sampai pada saat ini Kekristenan pada umumnya, ketimbang menerima Paulus sebagai satu-satunya rasul untuk kita, dia hanyalah diakui sebagai salah satu saja, dari sekian banyak rasul-rasul yang lainnya.

Padahal, Pauluslah satu-satunya rasul yang diberikan untuk kita orang-orang Kristen dari bangsa-bangsa bukan Yahudi (Roma 11:13, Galatia 2:6-9).


Bukan Mengecewakan Paulus, tapi Mengecewakan Yesus

Apakah Paulus kecewa terhadap kita, gereja Kristen sekarang ini?

Saya tidak percaya bahwa keadaan kita sekarang ini mengecewakan Paulus. Tapi, saya percaya keadaan kita sekarang ini mengecewakan Yesus.

Mengapa? Sebab Dialah yang memilih dan mengkhususkan Paulus sebagai rasul (yang satu-satunya!) bagi kita (Kisah 9:15-16).

Tapi, anehnya, kita pada umumnya malah bangga dengan keadaan kita seperti yang sekarang ini... karena kita sekarang ini "memiliki" banyak rasul, dan kita tidak hanya terfokuskan (atau mengutamakan) hanya pada salah satunya saja (misalnya, Paulus).

Betapa anehnya itu! Bukannya bersedih atas keadaan kita yang sekarang ini, yang sudah menyalahi pengaturan sebagaimana yang telah dibuat/ditetapkan oleh Yesus sendiri bagi kita (yaitu bahwa kepada kita sebagai orang-orang Kristen dari bangsa-bangsa bukan Yahudi sudah dipilih/ditetapkan oleh-Nya Paulus sebagai rasul satu-satunya), kita malah berbangga... :P

Marilah kita semua bertobat... yaitu dengan kembali kepada Injil Paulus (=Injil kasih karunia), dan serentak dengan itu juga kita (kembali) melihat bahwa Paulus adalah satu-satunya rasul kita.

Kita hanya punya satu rasul saja. Bukan 12... (ke-12 rasul itu adalah rasul-rasul untuk orang-orang dari bangsa Israel/Yahudi). Bukan 12 + 1. Bukan banyak. Hanya 1 rasul saja, yaitu Paulus. Dan dia jugalah yang menjadi bapak rohani kita dalam Injil (1 Kor 4:15). Amin.

----------------------
NB: Diharapkan kepada setiap pembaca untuk benar2 membaca apa yang saya kemukakan di dalam tulisan ini dengan cermat (dan dengan tenang!), sebab sesungguhnya (selain beberapa hal yang sudah biasa) di sini juga terdapat soal2 yang sangat tidak biasa dibicarakan dalam khotbah2 di gereja2 (bahkan dalam perkuliahan2 di STT-2). Yang penting, pertimbangkanlah dengan baik2 semua yang saya kemukakan di sini (juga dengan memeriksa secara cermat ayat2 Alkitab yang saya berikan di sana sebagai rujukan2nya). Periksa juga lagi tulisan2 saya yang sebelumnya di sini, yang masih terkait erat dengan topik ini, a/l: "Injil Paulus: Mengindikasikan Adanya Dua Injil untuk Dua Umat yang Berbeda" dan "Anjuran untuk Lebih Mengacu kepada Ajaran2 Yesus Ketimbang Ajaran2 Paulus adalah sebuah Pembodohan!"

Rabu, 19 Oktober 2016

Zakheus, Si Gangster

Bagaimanapun juga, Yesus tidak memiliki sebuah sistem rating bagi dosa. Ia mau menerima siapapun, mengasihi siapapun. Hal ini paling terbukti dalam kisah Zakheus si pemungut cukai.

Saya harus memberitahu terlebih dahulu bahwa ketika saya membaca kisah-kisah Alkitab, semua karakter utamanya memiliki aksen. Ini perkiraan saya saja.

Zakheus, dalam pikiran saya, sedikit seperti gangster. Jika Anda tidak bisa membaca dialognya dengan sedikit berlagak, Anda dan saya tidak akan “nyambung” dengan baik untuk beberapa halaman selanjutnya. Anda mungkin perlu mendengarkan beberapa album hip-hop dan mencoba lagi.

Kalau-kalau Anda tidak tahu kisahnya, Zakheus adalah seorang pemungut cukai. Sebenarnya, ia adalah kepala pemungut cukai. Ia juga benar-benar pendek. Itu penting.

Inilah kisahnya, langsung dari Alkitab:

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab  badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.
Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.”
Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.”
Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”
Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang  hilang.” (Lukas 19:1-10)

Latar belakang kisah yang menarik: orang-orang Israel di zaman Yesus memandang para pemungut cukai sebagai pencuri dan calo. Para pemungut cukai adalah orang-orang Yahudi yang bekerja untuk pemerintah Roma, yang menguasai Israel pada waktu itu. pekerjaan mereka adalah memungut pajak dari orang-orang mereka sendiri dan menyerahkan uangnya kepada penguasa asing yang dibenci. Pendapatan mereka sendiri berasal dari apa pun yang bisa mereka dapatkan dari orang-orang setelah mereka memenuhi kuota pemerintah Romawi. Jadi Zakheus bersama teman-teman pengkhianat sesama pemungut cukai akan mengenakan jumlah pajak yang tinggi. Zakheus adalah seorang penipu ulung, seorang penggelap pajak. Ia mengambil uang dari wanita-wanita tua yang kecil. Ia adalah seorang pencuri.

Saya kira Zakheus sama dengan budaya populer saat ini. Saya pikir dia suka nampang; ia suka beraksi. Ketika mereka menggelar karpet merah dan kamera-kamera bermunculan, Zakheus akan ada di sana, dengan wanita di samping kanan-kirinya, memandang melalui kacamata hitamnya kepada para kru televisi. “Hei, kalian semua.” Ketika ia mengadakan konferensi pers, ia berbicara tentang dirinya dalam orang ketiga.

Zakheus adalah orang yang pendek, tapi jangan tertipu oleh tinggi badannya. Ia punya banyak uang. Pada beberapa waktu, bertahun-tahun sebelumnya, ia telah direkrut oleh orang-orang Roma. Ia mungkin sedikit luar biasa. Ia memulai sebagai seorang asisten pemungut cukai. Setelah membuktikan bahwa ia cukup baik, ia dipromosikan menjadi pemungut cukai. Akhirnya, kita menemukan dia dalam kisah ini, ia telah menjadi kepala pemungut cukai. Ia kemungkinan mengawasi seluruh pajak daerah dan sebuah geng kecil para pemungut cukai yang memberikan dia sebagian dari apa yang mereka ambil.

Ini membuat Zakheus ditolak habis-habisan. Namanya dikenal buruk. Berapa lama ia telah melakukan ini? Lima tahun? Lebih lama dari itu–ia adalah kepala pemungut cukai. Sepuluh tahun? Dua puluh?

Saya pikir ia tidak keberatan kalau dibenci. Bahkan, saya kira ia mencintai hidup. Ia naik ke rumahnya yang besar, memandang kota dari atas, bersantai di kolamnya yang besar, dengan para pelayan mengipasi dia dan menjatuhkan anggur ke dalam mulutnya.

Setiap orang takut kepada dia sekarang. Tentu saja, mereka membenci dia–tapi paling tidak mereka menghormati dia. Waktu di sekolah dasar, tak seorang pun memilih orang yang pendek. Tetapi sekarang, mereka takut terhadap pria kecil itu. Zakheus adalah orang besar di bloknya. Kabar anginnya adalah, Yesus mungkin adalah Mesias yang dijanjikan. Zakheus telah bertumbuh dalam budaya Yahudi, dan ia pasti sudah tidak asing lagi dengan nubuatan-nubuatan. Tak diragukan lagi, ia telah mendengar bahwa suatu hari akan datang seorang Mesias. 

Sekarang Yesus sedang melewati kota itu, dan Zakheus berkata, “Aku akan memeriksa orang ini. Ia memiliki banyak pengikut; banyak orang membicarakan dia. Aku penasaran.

Saya ragu Zakheus berpikir, "Wow, aku berharap Yesus menyelamatkanku." Menyelamatkan dia dari apa? Rumahnya yang besar? Semua wanita yang mencintai dia?

Tidak, dia hanya ingin memeriksa pria yang populer itu. Apa yang dipikirkan Zakheus hanyalah tentang status. Anda tidak menjadi seorang pemungut cukai dan kemudian seorang kepala pemungut cukai, dan tidak menyukai uang dan status. Ia terkenal dalam artian negatif, tapi ia terkenal.

Yesus mulai melintasi jalanan. Orang-orang berbaris di jalan-jalan, berusaha melihat Dia sekilas, dan Zakheus sadar kalau dia tidak bisa melihat melalui kerumunan orang. Kerumunan orang begitu banyak, katanya dalam hati. Aku tidak akan bisa melihat orang ini.

Zakheus adalah seorang yang inovatif, yang terbiasa membuka jalan bagi dirinya sendiri. Jadi ia menyentakkan jubahnya yang gemerlap dan berlari ke depan, dengan rantai-rantai emas berdentingan, dan ia memanjat sebuah pohon ara.

Ia dapat melihat awan debu dan semua orang yang berdesak-desakan di sekeliling Yesus. Anda akan berpikir kalau Dia adalah Justin Bieber atau semacam itu. Ia menyusuri jalanan, dan tiba-tiba–Zakheus rasanya tidak percaya kalau ini adalah hari keberuntungannya–Ia berhenti tepat di samping pohon yang dipanjat pria kecil itu.

Ini dia, pikirnya. Aku bisa memeriksa orang ini dari atas sini; mungkin mendengarkan apa yang akan Ia katakan. Kemudian, Zakheus sangat terkejut, Yesus memandang dia yang ada di atas. Yesus memanggil namanya. “Zakheus.

Apa? Bagaimana Kau bisa mengenalku? Aku tidak mengenal-Mu. Siapa yang memberitahu-Mu tentang aku?

Mereka mengatakan bahwa suara terindah bagi telinga manusia adalah suara namanya sendiri. Allah memanggil nama orang yang ditolak, egois, dan keras ini: “Zakheus, turunlah, Aku akan ke rumahmu–sekarang juga.

Apa benar? Hmm, baiklah. Ya.”

Zakheus menikmati momen tersebut. Semua pemuka agama Yahudi yang terhormat menginginkan semenit bersama Yesus, suatu anggukan, dan jabatan tangan. Namun sekarang, kepala pemungut cukai–orang yang paling buruk di tempat itu–mendapatkan sebuah undangan pribadi.

Saya pikir ia memandang setiap orang dan berkata, “Apa kabar, kalian semua?” Ia memberi kabar kepada semua sahabatnya dan semua pemungut cukai kaki tangannya untuk mampir dan menemui Yesus. Ini adalah momennya untuk menjadi pusat perhatian.

“Aku akan mengganti semuanya”

Tetapi sore itu, sesuatu yang tak terduga dan tak dapat dijelaskan mulai terjadi dalam hati Zakheus. Berapa lama dia bertemu dengan Allah yang hidup? Dua jam? Empat jam? Kita tidak tahu. Apa yang mereka bicarakan? Kita hanya bisa menebak.

Kita bisa beranggapan kalau mereka makan bersama dan Yesus mungkin banyak mendengarkan. Zakheus pasti berpikir, Tak seorang pun yang mendengarkan aku, kecuali beberapa orang yang bekerja untukku. Tapi orang ini peduli. Ia mendengarkan. Ia mengerti.

Saya bisa membayangkan Zakheus menatap mata yang paling penuh belas kasihan yang pernah ia lihat dan berpikir, Apakah Yesus tahu siapa aku? Apakah Ia tahu siapa yang ada di sekeliling meja makanku? Apakah Ia tahu apa yang kami lakukan untuk mencari nafkah? Apakah Ia tahu ikannya dibeli dengan apa? Apakah Ia tahu bagaimana aku membayar untuk rumah ini? Ia pasti tahu… tapi Ia tidak menolakku.

Setelah beberapa jam bersama Yesus, Zakheus tidak tahan lagi. Tiba-tiba, ia berdiri, tampak kewalahan dengan siapa Yesus ini. Di depan keluarganya, teman-teman sebaya, dan para pegawainya, ia berkata tanpa berpikir, “Aku akan mengganti semuanya!

Apa?

Aku akan mengganti semuanya, Yesus. Aku akan mulai memberikan uangku. Bahkan aku akan mengembalikan kepada semua orang yang pernah aku tipu sebesar empat kali lipat dari yang telah aku curi.

Bos besar yang lapar uang dan tidak punya perasaan ini akan bangkrut, tapi ia bahkan tidak peduli. Sebuah momen bersama Yesus mengubah segalanya.

Saya bertanya-tanya apa yang Yesus katakan di suatu sore yang singkat itu yang mengubah seorang pengambil seumur hidup menjadi seorang pemberi yang murah hati. Tetapi bukan itu inti dari perikop ini. Saya pikir Alkitab melewatkan apa yang mereka bicarakan karena kita pasti akan mencoba menjadikan pembicaraan mereka sebagai suatu resep atau sebuah program. Ini bukan tentang apa yang Zakheus bicarakan. Ini tentang bersama siapa Zakheus berbicara. Ini tentang bersama dengan Yesus.

Apa yang mengubah Zakheus? Prinsip Alkitab? Pengabdian pribadi? Tugas dan perbuatan agama? Tidak–hanya beberapa saat bersama dengan Allah yang menjadi manusia. Bahkan tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa ada seseorang yang memberitahu Zakheus kalau ia perlu bertobat atau mengembalikan uangnya. Tetapi sesuatu menyentuh orang ini ketika ia berjumpa dengan Yesus.

Bergegas turun

Kebenarannya, saya adalah Zakheus. Tubuh saya mungkin tidak pendek, tapi kerohanian saya pendek. Kemampuan dan kapasitas saya dangkal. Bahkan sekalipun saya ingin mendekat kepada Yesus, sekalipun saya ingin melihat Yesus, saya tidak bisa melihat melampaui diri saya sendiri. Saya tidak bisa melihat melampaui dosa saya, melampaui pengalihan-pengalihan saya, melampaui ego saya.

Bagaimana caranya kita mencoba menjangkau Yesus? Kita berlari lebih cepat dan kita memanjat pohon perbuatan-perbuatan agamawi. Kita berpikir, Saya akan sampai kepada Yesus. Saya akan mengesankan Yesus dengan siapa saya.

Saya percaya kebanyakan orang memiliki rasa ketidakcukupan dan kegagalan di kedalaman diri mereka. Tidak peduli seberapa keras mereka mencoba atau apa yang mereka capai, mereka tahu bahwa mereka berada di sebuah tempat yang gelap. Mereka pendek dalam pengertian rohani. Mereka telah berdosa dan gagal memenuhi standar kemuliaan Allah. Jadi mereka berpikir, Saya akan berlari lebih cepat, saya akan berlari ke depan, saya akan menemukan sebuah pohon dan memanjatnya, dan saya akan mendapatkan perhatian Allah. Seakan-akan tindakan Anda berlari dan memanjatlah yang membuat Allah memperhatikan Anda!

Bukan itu yang menyelamatkan Zakheus, tapi belas kasihan. Kasih karunia Allah. Inisiatif Allah.

Kita pikir Tuhan berhenti dan memperhatikan kita karena Ia melihat kita di atas, di pohon ara kita yang kecil. Kita pikir itu karena kita sangat baik. “Lihat, saya membuat Allah memperhatikan saya. Apakah kau melihatnya? Itu karena saya berdoa begitu keras, karena saya berdoa begitu banyak, karena saya datang ke gereja.

Tetapi bukan itu alasan Yesus berhenti hari itu. Ia berhenti atas pilihan-Nya sendiri. Ia berhenti karena Ia murah hati dan Ia baik. Ia berhenti karena Ia sangat mengenal Zakheus, sama seperti Ia mengenal saya dan mengenal Anda.

Yesus menyuruh Zakheus untuk bergegas dan Ia memberitahu kita hal yang sama. “Bergegaslah turun dari agama. Bergegaslah turun dari tradisi. Berhenti berusaha mengangkat dirimu sendiri. Hanya kasih karunia-Ku yang bisa menyelamatkanmu. Turunlah, dan datanglah sekarang. Jangan habiskan waktu lainnya atau hari lainnya dengan memercayai dirimu sendiri. Aku ingin bersamamu hari ini.

Sementara Zakheus berbicara, Yesus pasti senyum-senyum sendiri. Tetapi sekarang Ia mengeluarkan pernyataan-Nya. “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini. Zakheus adalah anak Abraham, seorang Yahudi sejati.

Zakheus tercengang. Ia adalah contoh murni seorang pengkhianat, orang yang buruk, kebalikan dari orang Yahudi yang baik. Karena sepanjang yang bisa ia ingat, ia telah berada di luar melihat ke dalam. Sekarang ia berada di dalam? Sekarang ia adalah orang yang baik? Saya harap saya bisa melihat wajah teman-temannya. Jika ada harapan bagi Zakheus, maka pasti ada harapan bagi saya juga!

Kemudian Yesus menyimpulkan misi hidup-Nya: “Aku ada di sini untuk menemukan dan menolong orang-orang yang terhilang. Itulah sebabnya Aku datang.

Orang-orang Farisi berpikir sang Mesias hanya datang untuk beberapa orang pilihan, untuk orang-orang yang dikuduskan, untuk orang-orang agamawi. Tetapi Yesus mengatakan berulang-ulang kali bahwa Ia datang untuk mereka yang hancur, yang buruk, yang kecanduan, yang terikat, yang tersesat, yang terhilang, yang terluka.

Terkadang kita seperti Zakheus. Kita telah berkubang dalam dosa begitu lama. Kita memiliki masalah, kelemahan, dan kecenderungan untuk melakukan hal yang salah. Kita tak berdaya, tak berpengharapan. Kita berpikir, Bahkan Yesus pun tidak bisa membebaskan saya. Lagi pula, kita telah mencoba sekeras mungkin dan tidak ada apa pun yang berubah. Lagi pula, Ia tidak akan melihat ada apa pun yang berharga dalam diri kita untuk layak diselamatkan.

Mungkin Anda memiliki dosa tersembunyi: sebuah hubungan gelap delapan tahun yang lalu yang tidak diketahui siapapun bahkan pasangan Anda. Mungkin Anda memiliki sesuatu yang mengendalikan hidup Anda, seperti kecanduan alkohol atau beberapa kecanduan lainnya. Orang-orang telah memberitahu Anda bahwa Anda tidak akan pernah berubah, dan Anda mulai memercayai mereka.

Yesus bukan penuduh Anda. Ia bukan pendakwa Anda. Ia bukan hakim Anda. Ia adalah teman Anda dan penyelamat Anda. Seperti Zakheus, habiskan saja waktu dengan Yesus. Jangan bersembunyi dari Dia dengan rasa malu atau menolak Dia dengan kebenaran diri. Jangan izinkan pendapat orang lain membentuk konsep Anda tentang Dia. Kenali Dia sendiri, dan biarkan kebaikan Allah mengubah Anda dari dalam ke luar.


(Dicuplik dari bab 1 buku "Jesus Is... " by Judah Smith, versi Indo. "Yesus Adalah..." oleh LIGHT PUBLISHING)

Minggu, 04 September 2016

Pengampunan Vertikal Tidak Meniadakan Konsekwensi2 Horizontal


"Seluruh dosa kita sudah diampuni." Apakah itu artinya sudah tidak ada lagi konsekwensi apa pun yang akan kita terima/tanggung sebagai akibat dari dosa2 kita itu?

Jawabannya, ya--untuk sebagian; tidak--untuk sebagiannya lagi.

Maksudnya, ada sebagian bidang di dalam kehidupan kita di mana konsekwensi2 dari dosa kita itu sudah tidak ada lagi (tidak akan kita terima/tanggung lagi), dan ada sebagian bidang lagi dalam kehidupan kita di mana konsekwensi2 dari dosa kita itu masih ada (masih akan kita terima/tanggung). Dan hal ini terkait dengan dua bidang besar kehidupan kita, yaitu:
  1. Bidang vertikal: Bidang yang mencakup relasi antara kita dengan Tuhan
  2. Bidang horizontal: Bidang yang mencakup relasi antara kita dengan diri sendiri dan sesama.
Berikut ini adalah penjelasan yang secara singkat2 saja tentang konsekwensi2 dosa pada kedua bidang kehidupan kita itu.

BIDANG VERTIKAL. Khusus untuk bidang vertikal kita ini konsekwensi2 dari dosa kita itu sudah tidak ada lagi (tidak akan kita terima/tanggung lagi).

Hubungan kita dengan Tuhan sama sekali tidak akan terganggu karena dosa2 kita itu. Tuhan tidak pernah lagi menjadi marah kepada kita karena dosa2 kita itu. Dan itu semua bisa terjadi karena Tuhan sudah mengampuni "seluruh dosa kita."

BIDANG HORISONTAL. Sedangkan untuk bidang horizontal kita ini konsekwensi2 dari dosa kita itu masih tetap ada (kecuali Tuhan mengintervensinya!).

Jadi, apa yang terjadi (sebagai akibat dari perbuatan2 dosa kita) pada bidang vertikal kita TIDAKLAH SAMA dengan apa yang terjadi pada bidang horizontal kita. Pengampunan dari Tuhan tidaklah secara otomatis menghilangkan atau meniadakan konsekwensi2 dari dosa2 kita itu di bidang horizontal kita ini (yaitu bidang yang menyangkut dengan relasi kita dengan diri kita sendiri dan dengan sesama kita). Dalam bidang ini kita masih dihadapkan pada kewajiban2 untuk mempertanggungjawabkan perbuatan2 kita. Di sini "hukum tabur-tuai" masih berlaku.
"Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Gal 6:7-8)

Ayat Alkitab ini haruslah kita terapkan untuk bidang horizontal kita saja (menerapkan firman Tuhan ini untuk bidang vertikal kita bersama Tuhan akan merupakan penyelewengan terhadap firman Tuhan itu!). Perhatikanlah apa yang dikatakan di ayatnya itu tentang orang yang menabur dalam dagingnya bahwa "ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya." Jadi bukan Tuhan yang membinasakan dia atau memberikan kebinasaan itu kepadanya!

Dengan demikian, Anda mungkin saja akan menderita sakit penyakit tertentu di tubuh Anda, sebagai akibat dari dosa2 anda atau perbuatan2 anda yang salah/menyimpang itu. Atau anda bisa saja mengalami kebangkrutan dalam usaha anda... gagal dalam study anda... gagal dalam pernikahan anda... hancur hubungan keluarga/persahabatan anda, dll. dan semuanya itu adalah sebagai konsekwensi (yang harus anda terima/tanggung) dari dosa2 atau perbuatan2 anda yang salah itu. Hal2 itu terjadi kepada anda bukan karena Tuhan tidak/belum mengampuni Anda. Hal2 itu masih akan terjadi juga kepada anda, walaupun Tuhan sudah mengampuni Anda (dan faktanya Tuhan memang sudah mengampuni Anda!). Jadi, hal2 itu terjadi bukan karena Tuhan marah kepada anda (atas dosa2 anda itu).

Ada Pengecualiannya!

Tentu saja, ada kalanya pada orang2 tertentu atau untuk kasus2 yang tertentu Tuhan meniadakan konsekwensi2 dari dosa2 kita dalam bidang horizontal kita. Dengan kata lain, pada kasus itu kita tidak dibiarkan menuai dari taburan kita yang buruk. Mis: Karena kecerobohan kita sendiri, harusnya kita mengidap sakit-penyakit tertentu, tapi oleh intervensi dari Tuhan hal itu tidak terjadi pada kita. Hal yang seperti ini bisa dibagi ke dalam dua bagian besar, sbb:
  1. Providensia Allah (Pertolongan2 Tuhan yang secara agak umum)
  2. Mujizat (dari Tuhan).
Sebagian orang akan menyebut kedua jenis pertolongan Tuhan itu sebagai "mujizat". Saya sendiri lebih cenderung menyebut sesuatu itu sebagai "mujizat" kalau peristiwa atau kejadiannya bersifat sekejap mata dan spektakuler. Misalnya, dalam kasus kesembuhan: Orang yang sudah nyata2 buta atau lumpuh dari sejak lahirnya, tiba2 bisa melihat atau berjalan pada seketika itu juga. Peristiwa2 atau kejadian2 yang seperti inilah yang saya sebut sebagai mujizat. Tapi kalau misalnya seseorang yang katanya mengidap penyakit jantung, lalu didoakan, dan setelah doa itu katanya dia merasakan suatu "perubahan" dan merasa keadaanya semakin "membaik". Sorry ya, untuk hal yang seperti ini saya tidak akan menyebutnya sebagai mujizat!

Masalahnya, yang namanya intervensi dari Tuhan itu adalah sesuatu yang diberikan atas dasar kedaulatan-Nya semata. Tidak ada upaya2 yang bisa kita lakukan untuk "membujuk" Tuhan agar bersedia memberikan intervensi-Nya itu kepada kita (atau untuk kasus kita yang tertentu). Tidak ada kiat, cara, teknik, trick, atau "rahasia" yang bisa anda temukan atau pelajari untuk bisa "sukses" dalam hal ini. Walaupun kita diperbolehkan (dan dianjurkan!) untuk berdoa...memohonkan campur-tangan-Nya dalam kasus2 tertentu. Tapi, tidak ada doa--yang bagaimana pun itu!--yang akan berfungsi sebagai "pembujuk" bagi Tuhan. Berdoa adalah sebuah kewajaran dari pihak kita kepada Tuhan, tapi doa bukanlah sebuah cara bagi kita untuk bisa "memanipulasi" Tuhan... supaya Dia tunduk kepada kemauan kita. Dia tetap hanya akan menjawab/mengabulkan doa2 kita berdasarkan pertimbangan kebijaksanaan dan kehendak-Nya sendiri. Dan adalah sebuah keniscayaan belaka, bahwa akan ada doa2 kita yang dikabulkan-Nya dan akan ada pula doa2 kita yang tidak akan dikabulkan-Nya (dan itu tidak harus selalu dilihat dari sisi kekurangan/kelemahan dari doa2 atau orang2 yang berdoa itu!).

Tujuan dari Membagikan tentang Hal Ini

Menegaskan kebenaran yang mengatakan bahwa "seluruh dosa kita sudah diampuni" tentu saja hal itu bisa membawa akibat akan adanya orang2 tertentu yang menyalahgunakannya, misalnya dengan menjadikan hal itu sebagai alasan bagi mereka untuk terus hidup (bercokol) di dalam dosa2 mereka. "Toh, kita kan sudah diampuni oleh Tuhan dari seluruh dosa kita (baik dosa2 yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang). Jadi, marilah kita berbuat dosa dengan sepuas-puasnya!" Dan hal itu menyebabkan sebagian orang berpikir, bahwa kita perlu untuk membuat sesuatu yang berguna untuk mencegah atau menghalangi (atau menakut-nakuti) orang2 dari melakukan penyalahgunaan itu.

Saya sendiri tidak setuju dengan pemikiran untuk maksud pencegahan itu tadi. Dan sejujurnya, tulisan ini tidaklah saya maksudkan untuk tujuan pencegahan yang seperti itu. Sebab saya percaya, kebenaran itu harus dibukakan secara apa adanya, blak-blakan, tidak ditahan-tahan atau ditutup-tutupi pada bagian yang mananya pun! Terserah, apakah orang2 yang menerimanya akan menerimanya dengan tulus dan penuh penghargaan terhadapnya, atau menerimanya untuk menyalahgunakannya. Kebenaran itu haruslah terbuka untuk kedua kemungkinan itu.

Jadi, kalau bukan untuk maksud "mencegah" itu tadi, apakah yang menjadi tujuan saya dengan membagikan tentang hal ini (yaitu dengan membukakan tentang masih tetap adanya konsewensi horizontal dari dosa2 kita, sekalipun kita sudah diampuni oleh Tuhan)?

Dengan membagikan tentang hal ini tujuan saya tidak lebih dari hanya memberikan informasi yang benar atau sebagaimana adanya saja bagi anda sekalian. Sebagai seorang pengajar Kekristenan, saya akan bersalah kalau saya tidak memberitahukan kepada anda mengenai hal ini (sama salahnya, jika saya tidak memberitahukan kepada anda bahwa seluruh dosa anda sudah diampuni oleh Tuhan). (Saya tahu, bahwa kebenaran tentang hal ini tidak terlalu menyenangkan bagi kebanyakan kita. Kita semua tentunya jauh lebih suka menerima kebenaran yang mengatakan "seluruh dosa kita sudah diampuni." Tapi, kebenaran adalah tetap kebenaran... dan kita tidak akan beruntung kalau kita menolaknya atau mengabaikan satu pun dari antaranya! Sambutlah semua kebenaran--yang mana pun itu!--dengan sikap yang sama: menerimanya dengan tulus dan penuh penghargaan.) Amin.

Rabu, 31 Agustus 2016

Beberapa Catatan dari Saya untuk 1 Yohanes 1:9


Dalam usaha dari orang-orang tertentu untuk memberikan dukungan terhadap praktik dan ajaran tentang "minta ampun" kepada Tuhan, selain dengan mengacu kepada "doa Bapa kami" (Mat 6:9-14), biasanya mereka juga mengacu kepada ayat 1 Yohanes 1:9.

Untuk kasus "doa Bapa kami" saya sudah membantahnya dengan mengajukan soal perbedaan antara ajaran-ajaran Yesus atau kebenaran2 sebelum salib dan kebenaran2 setelah salib. Sebenarnya untuk kasus yang ini pun cara yang sama itu (atau yang masih terkait dengan itu) masih akan cocok juga untuk diterapkan. Tapi di sini saya merasa tidak perlu untuk langsung mengeluarkan "senjata pamungkas" itu, sebab sebenarnya hanya dengan memperhatikan teksnya secara biasa saja pun, sudah bisa diberikan bantahan yang cukup memadai untuk itu. Karena itu di sini saya hanya akan membagikan beberapa catatan saja dari saya untuk meng-clear-kan permasalahannya.

Inilah beberapa catatan dari saya:


1. "Mengaku dosa" tidak sama dengan "minta ampun"

"Mengaku dosa" hanyalah dengan jujur menerima keadaan kita sebagai manusia yang sudah berdosa di hadapan Tuhan (atau sebagai orang yang sudah jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan yang berdosa). Sedangkan "minta ampun" berarti kita memohonkan (kepada Tuhan) supaya kiranya Dia berkenan untuk mengampuni kita dari dosa-dosa kita (atau dari dosa tertentu yang sudah kita perbuat).

Seseorang mungkin akan berkilah begini: "Ketika seseorang itu mengakui dosanya kepada Tuhan, tentulah itu akan dilanjutkan dengan meminta pegampunan dari Tuhan atas dosanya itu."

Tapi, bagaimana pun, itu hanyalah asumsi belaka... atau hanyalah sesuatu yang kita tambahkan (dari luar) kepada ayat itu. Sebab, yang pasti, di dalam ayat itu sama sekali tidak ada membicarakan tentang meminta pengampunan kepada Tuhan.

Jadi, ayat ini hanyalah membicarakan tentang "mengaku dosa" dan tidak ada membicarakan tentang meminta pengampunan kepada Tuhan. Bahkan kalau diperiksa ke seluruh konteksnya, kita juga tidak akan menemukan adanya singgungan tentang "minta ampun" kepada Tuhan di sana. Saya tidak tahu, entah dari mana orang-orang kok ujuk-ujuk'mengaitkan ayat ini dengan praktik atau ajaran tentang "minta ampun" kepada Tuhan.


2. Konteksnya di sini adalah "persekutuan"

Jika kita membaca ayat itu di dalam konteksnya kita akan mengetahui bahwa poin besar yang sedang dibicarakan di sana adalah tentang "persekutuan" (lih: ayat 3, 6, 7). Sebuah persekutuan itu memerlukan keterbukaan satu sama lain.

"Mengaku dosa" dalam kontek "persekutuan" maknanya tidak lain hanyalah begini: Sebagai orang Kristen, harusnya kita tidak perlu untuk menututup-nutupi keadaan kita. Sebab untuk apa kita masih menutup-nutupi keadaan kita, sedangkan kita memiliki Yesus Kristus yang sudah menanggung dan menghapus seluruh dosa dan ketidakbenaran kita dengan darah-Nya yang sudah tercurah di salib? Dengan kenyataan itu sebenarnya alangkah wajarnya kalau kita (yaitu sesama orang percaya) sekarang ini hidup dalam keterbukaan, tidak menyembunyikan apapun yang menjadi keadaan kita itu.


3. Yohanes tidak pernah mengajarkan praktik "mengaku dosa" itu sebagai sebuah ritual

Seperti yang sudah kita lihat dari poin yang sebelumnya, "mengaku dosa" di sini adalah dalam konteks "persekutuan"...dan berbicara "persekutuan" itu adalah berbicara tentang kehidupan (interaksi antar pribadi). Jadi bukan sesuatu yang mekanistik atau ritualistik.


4. Mengakui dosa bukanlah sebuah syarat untuk menerima pengampunan dosa

Kesalahpahaman ini nampaknya disebabkan oleh kata "jika" yang digunakan di sini. Apa lagi kalau kita hanya terpaku pada terjemahan seperti yang dibuat oleh LAI... maka akan terlihat sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas bahwa itu adalah sebuah syarat. (Saya lebih suka dengan versi terjemahan KJV: "If we confess our sins, he is faithful and just to forgive us our sins, and to cleanse us from all unrighteousness.")

Pertimbangkan ini: Kalau kita mengartikan kata "jika" di sini sebagai syarat, itu berarti kita juga harus mengartikan pengampunan Tuhan kepada kita adalah (hanyalah!) sebagai sebuah janji.

Apakah benar pengampunan Tuhan untuk dosa-dosa kita masih merupakan sebuah janji belaka?

Jelas, saya akan membantah hal itu. Sebab sesungguhnya, Yesus SUDAH mati disalibkan bagi kita. Dan kematian-Nya itu adalah UNTUK DOSA2 KITA (yang sudah lalu, yang sekarang, dan yang akan datang). Ini bukan lagi SEBUAH JANJI. Tapi ini adalah FAKTA YANG SUDAH TERJADI... lebih dari 2000 tahun yang lalu. Amin.

Seluruh Dosa Kita Sudah Diampuni oleh Tuhan! Kapan? (Bag. II)


Di sini saya merasa perlu untuk mengklarifikasi apa sesungguhnya yang saya katakan di dalam tulisan saya pada status saya yang kemarin. Hal ini nampaknya perlu dilakukan sebab saya menengarai ada orang-orang yang sudah menyalahartikan apa yang saya katakan di sana. Saya rasa cara yang terbaik untuk itu adalah dengan memulainya dari sini...

APA YANG TIDAK SAYA KATAKAN....

Berikut ini saya akan daftarkan beberapa hal yang nampaknya beberapa orang telah menduga (secara salah!) bahwa seolah-olah saya mengatakannya (pada tulisan di status saya yang kemarin itu), padahal saya sama sekali tidak mengatakannya (atau pun memaksudkannya!).

  1. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu untuk menyesal atas perbuatan-perbuatan dosa yang sudah kita lakukan. Adalah wajar sekali kalau kita menyesal atas perbuatan-perbuatan dosa yang kita lakukan...dan saya akan menjadi seorang yang bodoh (atau gila?) kalau saya mengatakan kita tidak perlu untuk menyesal atas hal itu.
  2. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu menyalahkan diri kita atas perbuatan-perbuatan dosa kita itu. Bagaimanapun perbuatan-perbuatan dosa itu adalah perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya untuk kita lakukan sebagai orang-orang Kristen, jadi alangkah wajarnya kalau kita menyalahkan diri kita sendiri karena sudah melakukan hal-hal yang tidak patut untuk kita lakukan itu. Yang penting di sini (ini juga berlaku untuk poin yang pertama tadi, tentang menyesal) jangan sampai kita tenggelam atau berlarut-larut di dalamnya (baik dalam menyesalinya maupun dalam menyalahkan diri kita karenanya).


(Setidaknya 2 poin inilah yang berhasil saya daftarkan untuk sekarang ini. Tentunya ini masih perlu untuk di up-date lagi, kapan-kapan ya.... :D  Masukan-masukan dari teman-teman tentunya juga diperlukan untuk lebih memperkaya update-annya nanti!)


APA YANG SAYA KATAKAN....

Apa yang saya katakan di dalam status saya yang kemarin itu hanyalah terkait dengan satu hal saja, yaitu tentang MEMINTA AMPUN. Atau, secara lebih lengkapnya, MEMINTA AMPUN ATAS DOSA-DOSA KITA KEPADA TUHAN.

Khusus untuk hal yang satu ini sajalah saya mengatakan bahwa kita (sebagai orang-orang Kristen atau umat Perjanjian Baru) SUDAH TIDAK PERLU LAGI UNTUK MELAKUKANNYA. Jadi, harap ini tidak dibawa atau dilebarkan ke mana-mana atau ke soal-soal yang lainnya.

Perhatikan jugalah bahwa saya menggunakan frasa "tidak perlu" di sana... dan itu tentulah tidak berarti atau tidak sama dengan "tidak boleh" (saya sengaja tidak memasukkan poin yang satu ini ke dalam daftar "apa yang tidak saya katakan" tadi, karena saya merasa akan mengganggu nanti terhadap jalan uraiannya, kalau saya memasukkannya di sana).

Jadi, kalau ada orang-orang yang masih merasa belum bisa kalau hanya dengan mempercayai saja bahwa kita SUDAH diampuni oleh Tuhan (khususnya dalam kasus-kasus atau dosa-dosa yang tertentu), dan merasa dia perlu untuk meminta ampunan atas dosa-dosanya (yang khusus) itu, silahkan saja dia melakukan hal itu. Tapi, sebaiknya hal itu tidak menjadi sebuah kebiasaan, yang akan terus menerus diulangi untuk kasus-kasus yang lainnya. Kita bisa memahami kalau orang yang sedang berada dalam kondisi yang lemah membutuhkan "tongkat" atau pertolongan yang khusus. Tapi "tongkat" itu haruslah dilihat hanya untuk sementara saja, bukan untuk digunakan selamanya. Demikianlah kita berharap kepada orang-orang yang untuk kasus-kasus tertentu masih merasa perlu untuk meminta ampun atas dosa-dosanya kepada Tuhan, semakin hari mereka akan semakin merasa kurang membutuhkannya untuk kasus-kasus yang selanjutnya.

Demikian sajalah untuk saat ini... saya harap klarifikasi ini bisa membuat menjadi lebih jelas/jernih permasalahannya dan menghindarkan kita dari kesalahpahaman (atau pun penyelewengan artinya, oleh orang-orang tertentu untuk tujuan-tujuan atau kepentingan mereka sendiri). Grace to u all.

Seluruh Dosa Kita Sudah Diampuni oleh Tuhan! Kapan?


Tahukah Anda, kapan tepatnya Tuhan mengampuni (dan menghapuskan!) seluruh dosa kita (dosa-dosa masa lalu, masa kini, dan masa depan kita)?

Itu terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu, yaitu ketika Yesus mati disalibkan bagi kita (Lih: Ibrani 9:22-28).

Tapi tahukah Anda, kapan pengampunan (dan penghapusan) dosa itu menjadi efektif bagi masing-masing kita secara pribadi?

Itu terjadi pada saat kita (masing-masing) percaya (atau menjadi orang percaya di dalam Kristus).
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya" (Yoh 1:12)
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yoh 3:16)
"Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya" (Ef 1:7)

Jadi, sejak Anda menjadi orang percaya di dalam Kristus, pengampunan yang sudah diberikan oleh Tuhan melalui pengorbanan Yesus di salib itu sudah efektif menjadi milik Anda. Dosa-dosa Anda, yang mana pun itu dan yang kapan pun itu, semuanya SUDAH diampuni oleh Tuhan.

Kalau begitu, masih perlukah kita meminta ampun lagi atas dosa-dosa yang masih terjadi di masa kekinian kita?

Seharusnya sudah sangat jelas, bahwa hal itu sudah tidak diperlukan lagi! Sebab untuk apakah kita masih meminta suatu hal lagi kepada Tuhan, padahal hal tersebut sudah diberikan oleh-Nya kepada kita?? Atau tidak percayakah Anda bahwa pengampunan Tuhan kepada kita--melalui Korban Yesus di salib--sudah termasuk juga di dalamnya dosa-dosa masa kini kita? (Lalu, apakah Anda mempercayai ada jalan lain, selain Korban Yesus di salib, untuk pengampunan atas dosa-dosa kekinian anda?).

Kebanyakan orang Kristen yang masih mempraktikkan (dan mengajarkan) untuk meminta ampun atas dosa kita (khususnya dosa-dosa kekinian kita) mendasarkannya pada pengajaran Yesus dalam "doa Bapa kami" (Mat 6:9-13). Dan, sebagaimana yang sudah saya tunjukkan di dalam tulisan saya yang sebelumnya ("Sebuah Contoh Konkret Tentang Perbedaan antara Ajaran Paulus dan Ajaran Yesus"), sesungguhnya sekarang ini kita sudah tidak boleh lagi mendasarkan praktik-praktik dan ajaran-ajaran kita pada apa yang diajarkan oleh Yesus pada masa itu, sebab ketika itu Dia menujukan ajaran-ajaran-Nya bukan kepada kita (umat Perjanjian Baru), melainkan kepada orang2 Yahudi (umat Perjanjian Lama). Amin.