Jumat, 19 Februari 2016

Ketidakberdayaan Agama atas Kemunafikan dan Pembenaran Diri

"Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Luk 18:11-12)

Orang yang bersyukur itu, ternyata, tidak selalu menunjukkan bahwa dia memiliki kerohanian yang benar, ya?!

Ternyata, orang bisa saja berdoa atau bersyukur kepada Tuhan...tapi fokusnya masih tetap saja pada dirinya sendiri, bukan pada Tuhan; pada apa yang dilakukannya bagi Tuhan, bukan apa yang dilakukan Tuhan bagi kita.

Agama bisa membuat orang menjadi seorang yang sangat2 saleh dan terpuji di hadapan manusia... tapi di mata Tuhan, dia tak lebih hanyalah seorang yang munafik, yang penuh dengan pembenaran diri!

Agama sangat rentan dan tidak berdaya untuk menangani kedua dosa kembar ini: pembenaran diri dan kemunafikan... sebab agama (entah itu berwujud "Pentakosta-Kharismatik yang Arminian" atau "Baptis yang Calvinis" atau yang lainnya) tidak sanggup untuk bergantung penuh hanya pada kasih karunia Allah di dalam Kristus saja (mereka merasa harus menambahkan sesuatu yang lainnya... entah apapun itu!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar